Artikel

Pahami Kurban Sebelum Berkurban

0

Penulis: Ustd. Nur Hidayati, S.Pd*

Teng, hampir masanya Hari Raya Idul Adha atau yang sering pula disebut Hari Raya Kurban. Disebut demikian karena pada hari tersebut disyariatkan untuk melaksanakan kurban bagi mereka yang mampu. Lantas, apa yang dikatakan kurban?

Beberapa tahun belakangan ini, para dermawan yang akan berkurban maunya yang praktis-praktis saja. Tidak perlu menggembala ternak, apalagi harus bersusah payah membawa hewan ternaknya ke tempat penyembelihan hewan kurban. Cukup hanya dengan membayar sejumlah uang cash kepada panitia kurban atau bahkan bisa lewat via transfer net banking. Hanya saja kemudian banyak orang awam yang menyalahartikan bahwa kurban dapat digantikan dengan membagi-bagikan uang ke fakir miskin sejumlah harga hewan ternak. Pertanyaannya, bolehkah yang demikian?

Baiklah, mari dimulai dengan pemahaman terhadap pengertian kurban. Secara tekstual kurban diartikan memotong atau menyembelih maka kurban itu tidak dapat diuangkan atau diganti. Sebagaimana pendapat Kiai Ma’ruf Amin yang pernah beliau sampaikan bahwa kurban itu tidak dapat diuangkan. “Kalau dengan uang itu namanya shodaqoh, bukan kurban lagi,” papar beliau pada NU Online beberapa tahun yang silam.

Namun demikian, di samping pemahaman tekstual, islam memperbolehkan menafsirkan dalil-dalil secara kontekstual. Dengan pemahaman inilah, perihal menyembelih hewan kurban tersebut dapat dilakukan langsung oleh orang yang berkurban atau dapat pula diwakilkan. Dalam kitab “Mugni Muhtaj” karya Syekh Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Al-Khatib Asy-Syarbini, Imam Azra’i berkata bahwa disunnahkan bagi orang yang tidak mampu untuk menyembelih kambingnya sendiri dikarenakan sakit atau sebagainya (bisa karena tidak hadir sebab jauh atau ada udzur) untuk mewakilkan pada orang lain dalam penyembelihannya.  Bahkan jika bisa hadir dan tidak mampu untuk menyembelih sendiri maka juga disunnahkan untuk mewakilkannya. Dan kesunnahan mewakilkan ini sangat disunnahkan bagi orang yang buta atau orang yang dimakruhkan untuk menyembelih sendiri.

Juga pendapat lain yang senada, dalam kitab “Busrol Karim”, Habib Abdullah bin Abdul Qodir Al-Idrus berkata: “Andaikan ada si fulan berkata kepada seseorang dengan perkataan, “Potonglah hewan itu untuk kurban atas nama saya.” Kemudian orang itu memotongnya atas nama si fulan maka sah hukum kurbannya. Apabila kambing itu belum dibayar maka si fulan dihukumi mempunyai hutang.

Ini menjadi landasan berikutnya untuk diperbolehkan mewakilkan kurban kepada panitia penyelenggara kurban dengan menitipkan uang yang sepadan dengan harga seekor kambing, sapi atau binatang ternak lainnya. Semisal, seharga 1.500.000; (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) untuk seekor kambing. Selanjutnya, panitia penyelenggara kurban membelikan hewan kurban dengan uang yang sudah dititipkan dan menyembelihnya. Ini hanya sebuah upaya untuk mempermudah orang-orang yang mampu berkurban, bukan dengan maksud mengganti kurban dengan uang.

Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwasanya kurban tidak bisa digantikan dengan bagi-bagi uang gratis ketika Idul Adha tetapi dapat diwakilkan pada panitia kurban. Di antaranya panitia kurban Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum (YPPMU) Bengkak Wongsorejo Banyuwangi. Dengan demikian, pemberi kurban tak perlu lagi merasa khawatir sebab panitia kurban YPPMU selain profesional juga amanah. Penyaluran daging kurbanpun luas dan merata.

Semoga meraih barokah Idul Adha. Selamat berkurban! Asal jangan berkurban perasaan. Oopss.*) Penulis adalah Guru Madrasah Diniyah Miftahul Ulum Bengkak Ranting B-05 Sidogiri. Saat ini penulis masih aktif di Asrama Putri Miftahul Ulum sekaligus sedang menempuh pendidikan S-2 di IAIN Jember.

MENJADI ORANGTUA PENUH CINTA

Previous article

BERBENAH, MIFTAHUL ULUM KIAN BERKUALITAS

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Artikel