Jadilah Khadim Sepenuhnya Jangan Setengah-setengah
Oleh: Ust. Rudi Hantono, S.Pd.I
Abuya Dr. Fawaizul Umam, M.Ag, majelis keluarga pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum (YPP MU) Bengkak Wongsorejo Banyuwangi pernah berpesan, _“Pasekken ben jek seddih delem ngabdi ka ponduk sakerana bede ocak se tak ma nyaman ka atena bekna. Bismillah niat masenneng Kae ben Nyae.” (Tetaplah kuat dan jangan merasa sedih saat menerima kritik yang menyakitkan dalam masa pengabdian. Bismillah, niatkan semua bentuk pengabdian untuk membuat Kiai dan Nyai [pendiri YPP MU] bahagia).
Khadim (abdi), khidmah (mengabdi) sangat santer disebut-sebut pada kalangan santri. Mereka, santri, alumni, dan orang-orang yang mencintai pesantren (partisipan) berbondong-bondong untuk mengabdikan diri dan ikut berkontribusi dalam pengembangan di pesantrennya.
Tidaklah sederhana, keputusan untuk mengabdi di pesantren harus didasari oleh niat, kesungguhan, komitmen, dan dedikasi yang tinggi. Setiap tindakan dan keputusan yang diambil harus dipertimbangkan secara mendalam karena pengabdian di pesantren merupakan amanah yang sangat besar. Sebab itu, jangan sampai justru hanya memanfaatkan momen dalam pengabdian. Karena sesungguhnya hal ini akan berakibat buruk bagi mereka sendiri.
Mengabdi di pesantren berarti bersedia mencurahkan waktu, tenaga, dan perhatiannya untuk membantu pesantren. Bukan sekadar membantu dalam hal mengajar dan pengasuhan santri, tetapi juga menjaga kebersihan, menjaga keamanan, mengurus adminitrasi, memelihara dan merawat semua fasilitas milik pesantren. Yang terpenting lagi, sikap patuh dan tunduk pada pengasuh.
Mengabdi tidak harus menjadi pengurus pesantren, banyak cara dapat dilakukan. Para pecinta pesantren dapat mengabdi dengan gerak nyata menyukseskan segala acara yang diadakan pesantren serta membantu pengelolaan dan pemenuhan kebutuhan dalam pengembangan program pesantren.
Pengabdian bukan celah untuk melanggat. Seorang yang ikhlas mengabdi tetap harus patuh pada peraturan pesantren dan memenuhi kewajiban sebagai santri.
Abuya KH. Moh. Hayatul Ikhsan, M. Pd.I., Pengasuh YPP MU pernah berdawuh, “Niat ngabdi harus sungguh-sungguh. Jangan justru dijadikan kesempatan untuk malas sekolah, ngaji, ibadah, dan lain-lain. Khadim harus bisa membagi waktu karena ngabdi itu utama, tetapi berilmu (‘alim), menjaga nama baik, dan menghormati orang lain itu juga tak kalah penting”.
Setiap bentuk pengabdian tentu akan menjadi tantangan tersendiri bagi si empunya karena memerlukan berbagai pengorbanan dan komitmen yang sangat tinggi. Akan ada banyak hal yang harus dihadapi dalam pengabdian di pesantren yang seringkali menguji fisik dan mental.
Hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah waktu. Khadim yang baik adalah mereka yang mampu mengatur waktu dengan baik, apalagi bagi yang sudah membina rumah tangga.
Seorang khadim juga harus inovatif dan mandiri agar kebermanfaatannya dapat dirasakan oleh pesantren. Selanjutnya, khadim harus mempunyai rasa tanggung jawab besar dalam mendidik dan membimbing santri untuk masa depan yang cemerlang.
Kesimpulannya, khadim harus memiliki niat yang ikhlas dan tujuan yang jelas dalam pengabdian. Bersikap sabar dan tegar sebagai kunci utama dalam menghadapi berbagai masalah agar tidak mudah putus asa. Terus menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, termasuk santri, wali santri, pengajar, dan alumni serta para pecinta pesantren (partisipan).
Semoga niat tulus para khadim dapat mewujudkan kebahagiaan para guru sebagaimana yang disampaikan oleh Abuya Fawaiz. Aamiin.