Mengharap Barokah, YPP MU Gelar Majelis Haul
4 mins read

Mengharap Barokah, YPP MU Gelar Majelis Haul

Oleh : Ust. Rudi Hartono, S.Pd.I
Di zaman sekarang peringatan haul sering kita jumpai di banyak tempat. Kegiatan semacam ini biasanya dilaksanakan satu tahun sekali, baik dilaksanakan secara perorangan maupun dalam rupa majelis atau jama’ah. Kegiatan haul biasanya digelar sebagai salah satu cara untuk mengenang jasa-jasa para masyayikh atau sesepuh yang momen haul-nya kita peringati. Rangkaian acaranya lazim diisi antara lain dengan pembacaan tahlil, khotmil qur’an, dan juga pengajian umum.
Di lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum (YPP MU) sendiri, beberapa kegiatan Haul Masyayikh rutin dilaksanakan, salah satunya adalah Haul Sayyidatina Khodijatul Kubro (Istri Nabi Muhammad SAW, Ummul Mu’minin) yang dibarengkan dengan Haul Abuya Sayyid Muhammad Bin Alawi Al Maliki Al Hasani (Guru Pengasuh II YPP MU ketika memperdalam ilmu agama di Makkah Al Mukarromah, Arab Saudi).
Untuk tahun ini haul dimaksud diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 18 Romadlon 1438 H/13 Juni 2017 M dengan mengambil tempat di masjid YPP MU, yakni Masjid Nurul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi. Kegiatan ini dihadiri oleh semua santri dan murid MU, para pimpinan madrasah, dewan guru, pengurus YPP MU, dan juga alumni dan para simpatisan.
Selain diisi dengan pebacaan tahlil dan khotmil qur’an, kegiatan Majelis Haul tersebut juga dirangkai dengan pemberian santunan kepada para anak yatim asuhan lembaga Darul Aytam YPP MU. Dalam kesempatan itu, Bapak H. Hendri Supriyadi (Pemilik Travel Triaaa Banyuwangi) juga turut berbagi santunan dengan para anak yatim. Beliau menyatakan sangat bahagia karena di bulan Ramadlon yang penuh berkah ini bisa menghadiri acara Majelis Haul YPP MU sekaligus bertemu dan berbagi langsung dengan anak-anak yatim. Ada juga Lembaga Amil Zakat Infaq Shodaqoh (Lazis Al Haromain Cab. Banyuwangi) dan LKSA Ibnu Alawi yang selalu ikut andil dalam menyukseskan acara santunan anak yatim setiap kali kegiatan haul ini digelar di lingkungan YPP MU.
Pengasuh YPP MU, KH. Moh. Hayatul Ikhsan, M.Pd.I, dalam tawsiah-nya mengungkapkan bahwa Abuya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki Al Hasani adalah salah satu pemegang tongkat estafet wali kutub. “Saya dua tahun pernah belajar kepada beliau. Beliau sangat perhatian terhadap santri-santrinya, terutama dalam hal fisik, kerapian dan kebersihan (badan), bahkan sampai makanan santri pun sangat beliau perhatikan. Beliau juga terkenal sangat dermawan, terutama kepada santri yang berasal dari Indonesia, karena rata-rata santri yang berasal dari Indonesia umumnya pemalu (sungkan), bahkan setiap bulan beliau selalu memberi barokah (uang) kepada santri-santrinya. Setiap memberikan barokah kepada santrinya pasti jumlahnya tidak sama. Beliau hanya memberi sesuai dengan kebutuhan para santrinya jadi jumlahnya tidak pernah sama,” ujarnya panjang lebar menceritakan manaqib Abuya Sayyid Muhammad.
Lebih lanjut KH Moh. Hayatul Ikhsan menuturkan bahwa suatu ketika Abuya Sayyid Muhammad pernah marah kepada semua santrinya karena ada sebagian santri yang tidak memakai baju jubah (gamis). “Saya termasuk salah satu santri yang tidak punya jubah dan duduk di barisan belakang karena takut. Setelah selesai acara, saya langsung dipanggil oleh beliau dan diberi uang untuk beli baju jubah,” tuturnya menceritakan hal-hal mengesankan tentang Abuya. Beliau juga menegaskan bahwa yang perlu kita tiru selaku santri dari Abuya ialah kedermawanan dan ketegasannya, apa lagi kalau ada santrinya yang tidak taat. “Suatu hari ada santri beliau yang berasal dari Indonesia, yaitu KH. Dhoilami Cirebon. Ia disuruh Abuya untuk membeli televisi (TV). Dalam hati, si santri mengira Abuya mau nonton drama di TV. Setelah TV tersebut dibeli, langsung diletakkan dikamar. Nah, ketika santri tersebut tidur, ia bermimpi Abuya. Dalam mimpinya, Abuya menghidupkan TV yang baru dibeli dan luar biasanya di TV tersebut muncul wajah Nabi Muhammad SAW. Sontak santri tersebut terkejut dan bangun dari tidurnya. Setelah bangun, ternyata Abuya sudah berada di sampingnya. Ini menandakan Abuya sangat tidak suka kalau ada salah satu santrinya yang tidak taat kepada beliau,” pungkasnya.
Menurut KH Moh. Hayatul Ikhsan, seluruh cerita tentang Abuya tersebut mengandung sejumlah hikmah penting. Adapun hikmah terpentingnya ialah bagaimana kita selaku santri bisa menjadi santri yang sami’na wa atho’na terhadap guru dan juga berupaya meneladani kedermawanan yang diajarkan oleh Abuya. “Mudah-mudahan kelak kita semua bisa bersama Abuya Sayyid Muhammad di syurga Allah SWT, aamiin,” pungkasnya berharap dan kemudian diamini oleh segenap jama’ah.(Miful/RHr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *