Menyoal Tradisi Kulluhum, Ada Hikmah Apa di Baliknya?
Oleh: Ustd. Ika Nurjanannah, S.Pd.I
Makan bersama atau yang biasa santri Miftahul Ulum sebut dengan kulluhum merupakan salah satu bentuk kebersamaan. Entah menggunakan nampan, kertas minyak, atau daun pisang sebagai alas makan, biasanya kulluhum makan menggunakan tangan tanpa sendok. Di daerah lain kegiatan ini masyhur juga disebut mayoran.
Kulluhum ini sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari bahkan tidak hanya di kalangan santri. Masyarakat pun sering mengadakan kulluhum, contohnya pada malam tahun baru, kenduren, atau perayaan.
Hanya saja kulluhum di kalangan santri frekuensinya lebih sering terjadi, misalnya pada saat buka bersama, sambangan orangtua, bahkan ketika makan sehari-hari. Nah, kulluhum ini juga dilakukan di Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi kemarin usai acara reuni alumni. Pengasuh beserta majelis keluarga makan bersama dengan semua alumni yang hadir.
Selain mengenang masa nyantri, kulluhum kali ini juga dimaksudkan untuk mempererat kembali rasa persaudaraan antara satu dengan yang lain. Sebagaimana yang disampaikan oleh Abuya KH. Moh. Hayatul Ikhsan, M.Pd.I bahwa banyak nilai kebaikan yang tersirat dalam kulluhum, diantaranya untuk menjalin keakraban, kebersamaan, dan kerukunan. “Makan dengan cara kulluhum dapat menumbuhkan rasa kasih sayang dan kepedulian antarsesama, lebih-lebih dapat menanamkan kebiasaan saling berbagi,” dawuh beliau dalam satu kesempatan.
Hal paling utama dalam kegiatan kulluhum ini adalah untuk mendapat keberkahan. Sebagaimana yang disampaikan sahabat Wahsyi bin Harbi dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,
عن وحشي بن حرب رضي الله عنه أن أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم قالوا: يا رسول الله إنا نأكل ولا نشبع ؟ قال: فلعلكم تفترقون قالوا: نعم قال فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله يبارك لكم فيه رواه أبو داود
“Bahwasannya para sahabat bertanya kepada Rasulullah saw., Mengapa kita makan tetapi tidak kenyang? Rasulullah balik bertanya: Apakah kalian makan sendiri-sendiri? Mereka menjawab: Ya (kami makan sendiri-sendiri). Rasulullah pun menjawab: Makanlah kalian bersama-sama dan bacalah basmalah maka Allah akan memberikan berkah kepada kalian semua.”
Berdasarkan hadits tersebut kulluhum atau makan bersama itu juga merupakan salah satu ajaran dari Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian dilestarikan oleh para ulama tentu dengan harapan mendapat keberkahan dari makanan yang dinikmati bersama.
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kulluhum dapat mendekatkan hati antarsesama. Tidaklah mau ikut makan dengan cara kulluhum jika dalam hatinya masih terbesit kebencian. Adakalanya seseorang merasa enggan makan dan minum menggunakan satu wadah untuk beramai-ramai (Madura: beji’en). Kulluhum dapat menghilangkan rasa beji’en tersebut. Bukankah juga dikisahkan Rasulullah saw. pernah minum dari wadah minumnya Sayyidah Aisyah ra. Lalu mengapa sebagai umatnya masih mau menyimpan rasa beji’en?
Hal baik lain yang tersirat dalam kulluhum ialah dapat mengikis kesombongan. Si kaya, berpangkat, tokoh terhormat, semua setara makan di wadah yang sama dengan lauk yang sama tanpa sekat dan perbedaan. Di rumah boleh saja memilih menu makan sesuai selera, tetapi kulluhum makan apa saja yang telah tersedia. Hal ini memberikan pelajaran bahwa manusia dinilai bukan berdasarkan kekayaan atau jabatannya.
Begitu banyak faedah kulluhum dengan segala kebaikan yang tersirat di dalamnya. Semoga kita semua dapat mengambil ibrah dan bisa terus melestarikan budaya kulluhum tersebut. Aamiin.