Jangan Hanya Menjalankan Salat, Tetapi Dirikanlah Salat!
3 mins read

Jangan Hanya Menjalankan Salat, Tetapi Dirikanlah Salat!

Oleh: Moh. Syadili

Apa itu salat? Secara hakikat salat terdapat pada lafadz salat itu sendiri. Salat terdiri dari tiga huruf, yaitu “shad”, “ lam” dan “ta”, yang mana ketiga huruf tersebut memiliki makna tersendiri.

Huruf, “shad” memiliki makna shidkul qouli yang artinya benar ucapannya atau jujur. Itu berarti orang yang mengerjakan salat haruslah berkata jujur, tidak berani menambah atau mengurangi perkara yang sudah ditentukan.

Huruf “lam” memiliki makna lainul qolbi yang artinya lembut hatinya. Artinya, orang yang mengerjakan salat seharusnya memperlembut hatinya. Orang yang lembut hatinya ialah orang yang sopan santun, ramah, omongannya tidak menyakiti orang lain, tidak dengki dan semacamnya.

Huruf “ta” memiliki makna tarkul ma’asih yang artinya menjauhi segala macam maksiat, baik maksiat dhohir maupun batin. Meskipun hal ini sukar untuk dihindari, tetapi setiap orang harus meninggalkan maksiat tersebut.

Dari uraian di atas, cobalah bermuhasabah sejenak. Apakah salat yang selama ini kita lakukan sudah memberi dampak terhadap perilaku kita? Atau hanya gerak tubuh belaka tanpa makna?

Kita sujud di Masjid, tetapi ketika turun dari Masjid dan tiba di tengah kehidupan yang kita lakukan malah menipu, mencaci maki sesuatu yang berbeda dengan selera dan kepentingan kita, menindas, korupsi, gibah, mengutuk saudara, mengakfirkan, dan semacamnya. Jika memang realitanya begitu maka perilaku kita bukanlah salat itu sendiri. Sebab, dalam (Q.S. Al-Ankabut: 45) disebutkan, وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ yang artinya “dirikanlah salat, sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar”.

Ayat di atas menjelaskan secara tegas bahwa bawalah perilaku dan makna salat ke dalam kehidupan kita. Jika salat tidak bisa mengubah pola pikir, hati, dan perbuatan kita maka intropeksi dan cek kembali salat yang sudah dilakukan. Mengapa salat kita sudah rajin, tetapi mengapa juga kita rajin mencaci dengan keji, dengki sana sini, serta panas melihat orang lain mendapat nikmat? Jangan-jangan salat yang kita kerjakan hanyalah gerak tubuh. Sedang gerak hidup, otak, hati, dan sikap hidup kita tidak salat. Naudzubillah

Salat merupakan tiang agama maka dirikanlah salat agar kokoh dan kuat agamanya. Jika kita menegakkan atau mendirikan salat maka secara tidak langsung kita sudah menegakkan agama.

Selalu perintahnya “dirikan” bukan “lakukan atau laksanakan”, mengapa?

Perintah tersebut menunjukkan bahwa jangan hanya mengerjakan salat, tetapi dirikanlah salat. Berbeda mengerjakan dan mendirikan. Artinya, jadikan salat sebagai pondasi berprilaku dan bersikap di tengah kehidupan. Jangan hanya mengerjakan salat, tetapi setelah selesai salat malah acuh tak acuh kepada mereka yang menderita, menutup mata terhadap mereka yang tertindas, dan berpura-pura buta dan tuli terhadap kondisi di sekitar.

Agama itu perbuatan maka tegakkan agamamu dengan perilaku kemanusiaan. Jangan semena-mena, menghakimi orang lain, megkafir-kafirkan, membid’ah-bid’ahkan sesuatu yang tidak sesuai dengan selera kita. Berhenti berbuat seakan akan kitalah yang punya dunia ini karena tanpa disadari kita sudah merampok hak Tuhan.

Bersikap dan berperilakulah sesuai perintah syariat dan ajaran Nabi Muhammad Saw. Menjadi orang yang bisa memanusiakan manusia lain dan yang bermanfaat bagi orang lain. Tugas kita hanya menjalani kehidupan sesuai apa yang sudah di takdirkan Tuhan. Tentu tetap dalam garis syariat, tetapi tidak memaksa yang lain sehingga membuat kita gampang menghakimi orang lain. Jadilah kita orang-orang yang bersifat dengan huruf-huruf yang terkandung dalam lafadz salat. Semoga Allah menerima salat kita dan menjaga kita dari hal-hal yang tidak baik. Aamiin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *