Korban Tindak Pidana Sudahkah Mendapat Hak Perlindungan?
Oleh: Ainil Mulki Zubaidillah
Memberikan perlindungan terhadap korban menjadi suatu hal yang diharuskan dalam sistem peradilan baik secara moral maupun praktis. Hal ini untuk memastikan bahwa korban yang telah mengalami kejahatan dapat memperoleh perlindungan selama pemulihan fisik, mental, atau pun secara emosional. Korban akan sangat dirugikan tanpa adanya perlindungan yang memadai, akan memicu timbulnya perasaan tidak dihargai atau bahkan rentan terhadap kejahatan yang lain.
Perlindungan korban juga harus menyesuaikan agar dukungan yang diberikan lebih efektif dan efisien agar dapat mencegah terjadinya pengulangan dalam kejahatan. Selain itu, pemberian perlindungan yang tepat juga akan berdampak pada tingkat kepatuhan terhadap hukum dan partisipasi aktif dari korban selama proses peradilan. Ini semua sesungguhnya termasuk bagian mendasar dalam sistem peradilan, di mana setiap individu berhak dihormati dan mendapatkan perlindungan yang layak sebagai cerminan dari nilai-nilai kemanusiaan.
Integritas sistem peradilan juga dapat dinilai dari seberapa kuat komitmennya dalam memberikan perlindungan korban sebagai bentuk perlindungan terhadap hak masing-masing individu. Manakala korban merasa didengar, dihormati, dan diperlakukan dengan adil maka tingkat kepercayaan dan partisipasinya dalam proses hukum niscaya akan meningkat.
Dengan demikian, perlindungan korban menjadi hal yang sangat penting sebagai langkah untuk membangun masyarakat yang adil dan berperikemanusiaan. Oleh karenya, perlindungan korban bukan sekadar tindakan moral, tetapi lebih pada langkah strategis dalam sistem peradilan yang efektif, adil, dan berkelanjutan.
Undang-undang nomor 31 tahun 2014 telah menyebutkan tentang perlindungan saksi dan korban. Dalam pasal lima tertulis bahwa korban dapat menerima atas perlindungan keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan proses pengambilan kesaksian baik itu akan atau sedang dilakukan.
Setiap korban memiliki hak yang berbeda-beda sesuai dengan apa bentuk kerugian yang dialaminya. Berikut ini adalah beberapa contoh hak yang dapat diterima korban tindak kejahatan; (1) Hak memperoleh ganti rugi baik yang diberikan oleh pelaku atau pihak lain, misalnya negara atau lembaga khusus, (2) Hak mendapat pembinaan dan rehabilitasi, (3) Perlindungan dari segala jenis ancaman, (4) Mendapatkan bantuan hukum, (5) Mendapatkan akses pelayanan medis, dan hak-hak lainnya.
Adapun bentuk perlindungan yang didapatkan oleh korban tindak pidana, yakni restitusi serta kompensasi dan rehabilitasi. Restitusi merupakan bentuk ganti rugi terhadap apa yang dialami oleh korban sebab terjadinya tindak kejahatan yang dilakukan pelaku tindak pidana. Pengaturan restitusi menjadi lemah dalam hal memberikan jaminan sebab dirasa kurangnya kepastian dalam putusannya.
Di antara peraturan yang mengatur restitusi ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2008 Tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban, dan Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kompensasi dan rehabilitasi merupakan ganti rugi yang diberikan kepada korban oleh negara disebabkan ketidakmampuan pelaku tindak pidana untuk mengganti kerugian tersebut. Ganti rugi ini dapat berupa pengembalian harta, ganti kehilangan atau penderitaan, atau biaya untuk suatu tindakan yang diperlukan. Disebutkan dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2000 Pasal 35 ayat 1, setiap korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan atau ahli warisnya dapat memperoleh kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi.
Sayangnya, restitusi dan kompensasi masih belum diterapkan secara menyeluruh pada semua korban tindak pidana. Semisal kasus tindak pidana seksual terhadap anak, sebagian besar korban belum mendapatkan hak rehabilitasi untuk proses pemulihan keadaan fisik dan psikisnya. Salah satu penyebab yang mengahambat adalah adanya penolakan terhadap perlindungan hukum bagi korban dari sebagian kalangan masyarakat.
Oleh karena itu, perlindungan korban dalam bentuk restitusi ataupun rehabilitasi yang ideal dengan mengedepankan keadilan terhadap korban harus terus diupayakan. Diharapkan adanya pembaharuan hukum yang lebih tepat sasaran agar perlindungan korban dapat dimaksimalkan.