Penulis: Ning Evi Ghozaly
Hari-hari ini timeline dipenuhi dengan tulisan tentang pawang hujan. Analisa bertebaran, disertai penjelasan lain yang beragam. Mulai dari opini, kisah jaman Nabi dan sahabat, cerita pengalaman pribadi dan lainnya. Mulai yang ilmiah, nyar’i sampai yang berbau klenik.
Peran sosmed ini jian dahsyat kok. Satu berita viral yang ditanggapi bermacam secara serentak, membuat kita terpantik untuk belajar lagi. Ada banyak tulisan menarik kok di efbi ini. Tulisan Mas Usdok Alim tentang Pawang hujan, Tantra dan Teknologi, ada Teknologi Modifikasi Cuaca di Mandakika yang ditulis oleh bapak Budi Haesoyo. Masih ada tulisan-tulisan lain yang sarat ilmu. Kalau luang, coba intip satu-satu deh.
Yang pasti, dengan banyak membaca kita akan semakin hati-hati kan, Gaes. Tak mudah menyalahkan tindakan orang lain dan menghujat.
::
Ohya, mohon ijin berbagi cerita ya. Sejak kecil saya terbiasa berbincang dengan hewan piaraan dan tanaman. Nyaris setiap pagi, keliling menyapa satu persatu daun, bunga dan pohon. Menanyakan dua tiga hal, mengajak membaca sholawat dan menitip pesan, “Berbunga terus ya. Berbuah yang banyak ya.”
Januari lalu saya sangat sedih pas menyaksikan pohon alpukat mentega kami ditebang. Umurnya sudah 15 tahun. Batang pohonnya sangat besar. Daging buahnya tebel, rasanya maknyus, warnanya manis dan berat perbuah bisa sampai 1 kg. Terakhir, 3 cabang dipotong petugas PLN karena mengenai kabel listrik. Itupun, masih berbuah lebat. Musim buah terakhir, sempat dibagi ke banyak sahabat, dipaket 20 kg ke Malang, eh sisanya masih laku 7,5 juta. Dibeli paksa pengepul, maksa banget.
Sambil prembik-prembik saya pamitan pada pohon alpukat, minta maaf dan mengucapkan terima kasih. Sebelum akhirnya sreeeeng gergaji besar tukang senso menebas batangnya.
Jadi begitu. Kadang saya juga ngobrol dengan batu-batuan dan berbincang dengan hujan. Dewi Huges, setiap mau menyantap makanan, menu yang ada diajak ngobrol dulu.
Anak-anak saya juga suka berbicara dengan kucing dan ikan cupang. Suami saya lebih parah, sering memberi makan tikus dan ular di kali kecil belakang rumah. Sambil mrolog, “Kus, Lar, semoga sisa nasi ini manfaat ya.” Huaaa 🙈
Saya yakin panjenengan dan banyak orang sering melakukan hal yang sama. Berbicara dengan ciptaan Allah yang lain, makhluk hidup atau benda mati.
::
Nah. Saya pernah dua kali melakukan sholat istisqo’ dan berdoa memohon hujan. Ada tuntunannya dalam agama saya. Kalau menahan hujan, apakah boleh? Dengan alasan tertentu yang sangat diperlukan, banyak yang berpendapat boleh. Tentu berdoa dulu, memohon pada Allah. Dan namanya memohon, bisa dikabulkan tapi bisa juga tidak.
Menurut pengakuan Mbak Rara di Mandalika, “…saya berdoa dulu.” Setelah itu dia berjalan sambil mengajak bicara alam.
Yang begini, sebetulnya bisa dilakukan siapapun kok. Doanya bisa dipelajari. Tukang pasang tarub atau tenda hajatan, kepala tukang saat mau ngecor bangunan, atau panjenengan yang mau kampanye di lapangan. Efektif atau tidak, kersaning Yang Maha Kuasa aja.
Ikhtiar dan doa, silakan. Yang penting tidak nyrempet batasan. Dan di atas segalanya, ada Allah yang menentukan. Ngendikan Gus Baha, “…ketika sampeyan percaya qudroh azaliyah yang ghoiru maqsurioh (qudroh Allah utama sempurna), maka kamu akan berpikir emangnya ayam bisa bikin telor? Emang telor punya kemampuan apa sampai bisa jadi ayam?
Jadi sampeyan tahu betul bahwa ayam tak ada qudrohnya (kemampuan) sama sekali untuk melahirkan telor atau telor tercipta jadi ayam. Artinya meskipun sesuatu itu sudah biasa, tetep yang ada adalah qudroh Allah bukan hukum adat.”
Sama halnya ketika memohon turun hujan, memohon agar hujan berpindah sementara atau tertahan, doa dan ikhtiar hanya wasilah. Selebihnya, hanya Allah yang punya kemampuan mewujudkannya.
::
Masalahnya, saya tidak tahu doa yang dibaca Mbak Rara. Sempat saya dengar lamat, ada surah Al Ikhlas dilantunkan. Saya tidak tahu juga media yang digunakan Mbak Rara saat berbincang dengan alam untuk menahan hujan. Sepertinya mangkok dan batang logam digerakkan dan dibunyikan beberapa kali ya. Satu lagi, biasanya pawang hujan kan nyumput nggih, sembunyi gitu. Ini, saya baru liat pawang hujan yang demonstratif banget. Wallahu a’lam.
- Bataranila, 21 Maret 2022 –
📷 Saya sedang berbincang dengan buah Belimbing, Januari lalu di Tumpang, Malang.
Comments