Menghindari Sakit Hati Karena Cinta
Oleh: Ustd. Nur Aisah, S.Si
Menikahi yang dicintai itu adalah harapan, tetapi mencintai yang dinikahi itu adalah kewajiban (Ust. Adi Hidayat).
Pernikahan merupakan proses sakral dalam suatu hubungan. Bukan sekadar tentang rasa cinta, tetapi tujuan utama pernikahan adalah niat untuk beribadah. Sebagaimana sering kali dikatakan bahwa pernikahan adalah ibadah terlama sepanjang hayat.
Seorang istri berbakti pada suaminya dengan niat untuk beribadah. Suami pun berkasih sayang terhadap istri diniatkan mengharap rida Allah. Semua gerak dan aktivitas diniatkan untuk ibadah sesuai yang telah disyariatkan.
Namun demikian, dalam melaksanakan ibadah rumah tangga Allah tidak selalu memberi jalan yang mulus. Setiap liku dan rintangan yang Allah takdirkan agar hambaNya dapat merasakan besarnya pengorbanan, ikhtiar, dan ketulusan cinta dalam rumah tangga yang mereka bina.
Ada sebagian keluarga yang Allah hadirkan orang ketiga dalam pernikahannya, semata untuk menguji keimanan. Selalu ada hikmah dari semua yang telah ditakdirkan.
Jika pernikahan diniatkan sebagai ibadah, tidak peduli seberapa lama masanya niscaya iman tetap jadi pondasinya. Apabila ujian datang maka syariat tetap hal utama yang dipertimbangkan. Jika demikian, cinta dalam rumah tangga karena jalinan pernikahan sungguh mendamaikan.
Ya, memang cinta tidak bisa diprediksi karena lelaku hati, tetapi dampaknya masih bisa diatur. Mudah saja, jika tidak ingin kecewa maka jangan menggantungkan harap pada manusia. Ketahuilah! Orang sakit hati karena cinta itu sesungguhnya disebabkan oleh dirinya sendiri. Ia berharap pada makhluk, tetapi lupa pada penciptaNya.
Akibatnya, sakit hati dan kecewa berlebih manakala cintanya tidak ditakdir sampai pada fase pernikahan. Atau melawan arus hingga mengabaikan tanggung jawab dalam rumah tangga dengan alasan sudah tidak ada cinta untuk pasangan. Sesekali jangan berbuat demikian.
Berusahalah untuk menanamkan rasa cinta antarpasangan, siapa pun jodoh yang telah Allah gariskan. Jangan mudah mencari kenyamanan pada orang lain karena sesungguhnya itu hanya sementara. Sedangkan, di sisi lain ada hati yang dikorbankan. Maka dari itu, pupuk selalu rasa cinta pada keluarga, suami/istri, anak-anak, dan orangtua agar mereka tidak sepi dari kasih sayang.
Seyogyanya, mencintai yang sudah dinikahi itu adalah kewajiban. Oleh karena itu, wajib bersyukur atas apa yang telah didapatkan, baik dan buruknya pasangan, kurang dan lebihnya harus diterima. Allah itu Maha Adil dan Maha Pelengkap. Apa yang kurang dari diri seseorang, Allah akan berikan kelebihan pada pasangannya.
Semoga kita selalu diberi jalan takdir rumah tangga yang baik dan sebaik-baiknya keadaan yang diridai oleh Allah.