Penulis:Ust. Rudi Hantono, S.Pd.I
Annadhofatu minal iman (kebersihan sebagian dari iman). Hadits Rasulullah yang satu ini selalu terlihat oleh kita. Bahkan sering kita jumpai hadits ini tertempel dengan indah dan rapi di beberapa tempat, seperti tembok sekolah, halaman pesantren, masjid, fasilitas umum, dan lain-lain. Namun, mirisnya di samping banyaknya hadits yang kita temui, begitu banyak pula sampah-sampah berserakan. Selain itu, kondisi lingkungan yang kotor, besing, dan sangat bertolak belakang dengan kandungan hadits tersebut.
Hampir di setiap tempat yang kita kunjungi jarang sekali kita menjumpai tempat-tempat yang bersih dan rapi dengan terpampang hadits di atas. Ini bukanlah masalah yakin tidaknya kita tentang kebenaran hadits tersebut, tetapi ini tentang bagaimana kita menjadikan nilai-nilai yang baik di sekeliling kita. Dan mampu kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyebab adanya sampah yang ada di sekitar kita diantaranya ialah kebiasaan kita membuang sampah sembarangan, tidak ada rasa memiliki terhadap daerah yang kita tempati, dan kurangnya kesadaran tentang dampak sampah berserakan. Adapun dampaknya akan merusak pemandangan, mendatangkan bau yang tidak sedap, dan juga bisa mendatangkan berbagai penyakit.
Bagaimana solusinya? Tentu tiada lain ialah semuanya harus kembali kepada kita sendiri dengan menanamkan dalam diri dan hati kita untuk selalu menempatkan sampah pada tempatnya. Selanjutnya, selalu berusaha untuk hidup bersih dan sehat. Oleh sebab itu, kita budayakan untuk selalu melakukan pekerjaan minimal dua sampai tiga kali dalam satu bulan. Selain itu, manfaatkan kembali barang bekas, seperti botol, plastik, kaca, dan lain-lain. Agar mengurangi sampah yang ada.
Sering kali kita mempunyai keyakinan bahwa dengan memahami sebuah nilai yang baik maka seseorang secara otomatis akan melakukannya. Kemudian akan muncul darinya kebiasaan dan selanjutnya akan muncul karakter yang baik, seperti menempelkan statement “Annadhofatu minal iman” pada beberapa tempat terbuka dengan harapan orang-orang dapat memahaminya dan pada akhirnya akan melaksanakannya.
Menurut Drs. Miftahul Jinan, M.Pd.I, tidak ada jaminan sama sekali bagi anak yang telah memahami sesuatu dan ia mampu mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, dengan apa yang dipahaminya. Apalagi membiasakannya karena ada jarak antara pemahaman dan perbuatan serta ada jarak antara perbuatan dan kebiasaan.
Sehingga pada setiap hadits/kata mutiara yang telah tertempel, seharusnya didukung oleh sebuah sistem yang memastikan kata mutiara tersebut dapat dilakukan dengan baik sehingga menjadi kebiasaan. Dalam hal itu, akhirnya kebiasaan tersebut dapat dijalankan secara otomatis dan tumbuh menjadi karakter.
Kata kuncinya ialah pada setiap kata mutiara yang kita tempelkan, mari kita rencanakan sebuah sistem lingkungan yang dapat menjamin kata mutiara tersebut menjadi karakter dan kepribadian kita. Sistem itu dapat berupa konsistensi kita didalam mengawal terlaksananya kata mutiara tersebut selama beberapa waktu tertentu. Untuk itu, harus ada pemberian feedback (umpan balik) yang seimbang, teladan yang baik, dan lain-lain. Akhirnya bukan hadits Rasulullah yang kurang manjur dan tak ternilai, tetapi belum ada sistem yang menjamin hadits tersebut dapat dengan mudah di implementasikan.
*Penulis adalahPengurus aktif IKSSAMU pusat Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum.
Comments