Risalah Cinta Ning Evi Ghozaly

PARENTING DI SEKOLAH: UPAYA MENGIKAT HATI

0

Penulis: Ning Evi Ghozaly

“Orang tua adalah upkonsumen pendidikan yang penting -selain murid- di sekolah. Jika paradigma orang tua tidak sama dengan paradigma sekolah, biasanya banyak konflik antar keduanya. Dan yang menjadi korban adalah anak kita.”

-Munif Chatib-

::

Kita semua, pasti pernah mendapat undangan dari sekolah tempat anak kita belajar kan? Apa sih manfaat pertemuan itu? Kapan dan berapa kali kita mendapat undangan dari sekolah? Apa saja agenda pertemuan tersebut?

Jadi begini ya. Sejak jaman hong nih, kita mengenal Rapat Orang Tua Murid. Pertemuan orang tua, pengelola sekolah dan guru. Mulai tahun 1990-an, banyak sekolah negeri menamakan Pertemuan Komite. Di sekolah swasta berkonsep Nasional Plus, dikenal dengan Parent Teacher Conference atau Faculty Meeting.

  • Saya mengenal konsep PTC dan FM ini dari Association of National Plus Schools sekitar tahun 2000. Nuwunsewu, ANPS ini salah satu “guru” saya dalam mengelola lembaga pendidikan. Banyak istilah dan konsep pelatihan, juga pretelan sistem, saya pelajari dari ANPS. Tulisan tentang ANPS ada di bab lain ya.-

Ohya jauh sebelum itu, pesantren melaksanakan pertemuan pengelola lembaga, musyrif, ustadz dan wali santri, dalam sebuah kegiatan yang dikemas dalam Usbu’ Ta’aruf. Sekarang banyak juga yang menggunakan istilah MPLS. Fix ya, istilah-istilah dalam sistem persekolahan dan lembaga non formal ini beragam, dan bisa jadi ada yang memiliki kesamaan nama, pleg, meski beda daerah, lintas propinsi dan menyeberang waktu.

::

Apapun namanya, tujuannya tentu sama, menyatukan visi.

Karena sesungguhnya, kewajiban mendidik anak adalah tanggung jawab orang tua. Keterbatasan ilmu dan waktu, membuat orang tua menyerahkan sebagian tanggung jawab pendidikan ke sekolah. Sementara, sekolah juga tidak hanya berkewajiban mengajar dan mendidik, tapi juga mengasuh para murid.

Ohya. Tanggung jawab besar ini akan berjalan sesuai harapan jika ada kerjasama yang baik antara sekolah dan orang tua. Komitmen kerja sama, bisa kita sepakati dalam pertemuan pertama dengan orang tua dan sekolah. Nah, sampai sini jlentreh ya.

Siapa saja yang dimaksud dalam “sekolah” ini? Tentu, pengelola dan pelaksana. Yayasan, pimpinan sekolah dan guru.

Maka dalam pertemuan dengan orang tua ini, wakil masing-masing ketiga unsur tersebut sebaiknya hadir.

Kapan pertemuan sekolah dan orang tua diadakan?

Minimal, untuk SD tiga kali selama anak bersekolah sampai lulus. Di awal tahun ajaran kelas 1, kelas 4 ketika mulai diberlakukan sistem degradasi poin dan kelas 6 menjelang kelulusan. Di beberapa sekolah bahkan dilaksanakan setiap awal tahun ajaran baru, untuk penyegaran. Untuk jenjang SMP, idealnya diadakan tiap tahun, mengingat tantangan pengasuhan anak di kelas VII, VIII dan IX sangat berbeda. Demikian juga di SMA.

::

Apa agenda dalam pertemuan tersebut?

Tentu pengenalan sekolah. Pemahaman komitmen dan sosialisasi budaya akademik.

-Istilah Budaya Akademik ini saya kenal dari KH. Tholhah Hasan tahun 1998, tapi baru saya pahami nglontok saat mengikuti pelatihan budaya akademik madrasah dan pelatihan budaya akademik sekolah tahun 2006 di LPMP Lampung. Nama pelatihannya sama persis, materinya mirip. Hai, apa kabar teman-teman seangkatan saya?-

::

Lanjuuut. Dalam komitmen itu, tentu ada kesepakatan ya, termasuk kewajiban pembayaran uang sekolah kan? Kan?

Nah. Orang tua akan ilfil jika tiap pertemuan di sekolah hanya mendengar poin-poin aturan dan kewajiban. Apalagi jika sudah sampai pada pemaparan konsekuensi. Saya pernah lama kok menjadi orang tua murid, jadi tahulah rasanya, Gaes.

Makaaaaa, berikan ruang dan waktu yang luas untuk orang tua merasa dibutuhkan, didengar dan merasa nyaman. Hingga mereka percaya pada sekolah, lalu bersedia melakukan kerja sama dengan baik. Ehm. Degan cara bagaimana?

Salah satunya, masukkan agenda seminar parenting. Di tempat lain, namanya tausiyah pola asuh atau dalam Fiqh Parenting dikenal dengan Al Abwah wal Ummuumah.

::

Mengapa seminar parenting?

Sebab begini. Saya kibas poni dulu ah.

Menjadi orang tua yang baik, tak ada sekolahnya kan? Sementara, ilmu parenting juga tidak ada rumusnya. Pola pendidikan X baik untuk saya terapkan dalam mendidik anak di rumah, belum tentu baik untuk panjenengan. Banyak orang tua yang jatuh bangun dalam menjalankan peran pengasuhan. Sering melakukan kesalahan, tapi kadang tak paham memperbaikinya. Termasuk saya. Pengin belajar, tak tahu harus kemana. Akhirnya, tersesat dan tak tahu arah jalan pulang 🎼 *nyanyi 😅🙊

Maka pertama, tanyakan masalah yang dihadapi orang tua selama masa pengasuhan. Pemateri bisa memaparkan masalah satu persatu.

Percaya deh, ketika orang tua mendengar tentang masalah-masalah tersebut, mereka akan mbatin, “Eh kok sama ya yang kita alami? Jadi bukan saya aja ya?”

Tuh, jadi ngrasa senasib kan? Yakin, satu frekuensi.

Lalu tanyakan, apakah kita punya tujuan yang sama. Apa yang Bapak Ibu harapkan dengan menyekolahkan anak ke sini?

Jawaban pasti beragam. Orang tua kan memang suka memiliki banyak harapan untuk anaknya yak. Macem-macem. Dari yang wajar, sampai yang tidak masuk akal. Silakan mengambil jawaban inti yang sama aja.

Ingin anak menjadi baik. Ingin agar anak hapal Al Quran. Ingin anak memiliki karakter tangguh. Setelah lulus, berharap anak bisa nyalon lurah atau camat. Ingin anak menjadi pendekar yang bisa mengalahkan negara api bla bla bla.

Bapak Ibu, harapan itu dan ita sulit diwujudkan di sekolah ini karena kami tidak memiliki visi dan program yang seperti itu. Tapi untuk harapan yang ina dan ine, insyaAllah bisa diwujudkan di sekolah ini.

Tentu saja, kami tidak bisa sendirian ya. Butuh kerjasama yang baik antara sekolah dengan Bapak Ibu. Sepakat ya? Sip, sepakat.

Strateginya bagaimana?

Mendidik harus dengan cinta. Fix, sepakat lagi. Langkahnya bagaimana?

Kalau kita ingin anak kita baik, maka siapa dulu yang harus baik? Kalau kita ingin anak kita disiplin, siapa dulu yang harus disiplin? Jawaban pasti serentak, “Kitaaaaa.”

Woke. Berarti, langkah pertama adalah keteladanan.

Langkah kedua, skip. Ketiga, skip. Terlalu panjang kalau saya harus mendongeng di sini. Panjenengan pasti akan bosen. Yang pasti, ilmu parenting ini bukan teoritis, tapi praktis. Mungguh saya lho ya. Maaf kalau saya salah. Misal saya belum pernah memiliki anak usia SMP atau belum pernah mengajar murid SMP, apa ya bisa saya bicara tentang bagaimana mendidik anak SMP. Saya lho ya.

Mungguh saya lagi sih, tak harus pernah menjadi orang tua kandung kok, tapi minimal pernah mendampingi anak murid sehari-hari dengan segala drama tralalanya.

::

Makin khusyu menyimak. Lalu kita sampaikan tentang tumbuh kembang anak dan kemungkinan masalah yang akan ada, “Siap kompak memberikan pelayanan yang terbaik untuk anak kita ya. Kita berbagi tugas.”

“Kalau ada masalah berkaitan dengan sekolah, bagaimana kita menyikapinya? Bisakah selesai dengan Bapak Ibu menulis keluhan di sosmed, rasan-rasan di WA group, demo di parkiran sekolah atau mengadu ke media?”

Sampai sana lho materi awal pertemuan pertama dengan orang tua yang dikemas dalam acara parenting. Lumayan panjang ya, dengan tanya jawab bisa 1,5 jam.

Maka harus disampaikan secara menarik, komunikatif, tidak menggurui tapi meyakinkan. Penyampaian tidak terpotong, rata dari perspektif guru, orang tua, pengelola maupun murid. Membumi. Mudah dipahami. Gampang dicerna.

Jika suatu saat ada masalah tentang keuangan, maka pilihan solusinya ini dan ini. Kalau yang muncul adalah masalah akademik atau skill dan afeksi, maka pilihan penyelesaiannya begini. Yang penting kita satu visi ya Bapak Ibu, agar anak kita bisa belajar dengan senang dan tenang. Sepakat ya. Jempol.

Di akhir, dengan tersenyum kita bisa sampaikan, “Selamat datang di sekolah ini, Bapak dan Ibu. Terima kasih atas kepercayaan yang luar biasa ini. InsyaAllah Bapak dan Ibu tidak salah memilih sekolah. Mohon doakan kami agar amanah ya. Terima kasih atas kesepakatan-kesepakatan kita hari ini. Mohon kerja sama yang baik agar harapan kita tercapai, agar anak kita bisa tumbuh berkembang dengan bahagia. Bagaimanapun kami berusaha optimal memberikan yang terbaik, suatu saat Bapak Ibu kan melihat satu dua kekurangan kami. Maka dengan senang hati kami menerima saran perbaikan.”

Tutup dengan muhasabah. Ini ikhtiar mengikat hati. Menyatukan niat dan tekad.

Kemudian sempurnakan dengan doa. Memohon pertolongan Allah. Menadah keberkahan. Doa ini yang utama. Apapun ikhtiar yang kita lakukan, hasil akhir ada pada ketentuan dari Yang Maha Kuasa dan Berkehendak.

Kesadaran ini biasanya hadir di sesi terakhir. Pada saat muhasabah dan doa, ego akan luruh. Keakuan meleleh. Dampaknya, banyak yang terbekap haru lalu terisak. Sungguh, saya tidak pernah menyengaja membuat orang menangis dalam seminar parenting saya. Nggak pernah. Ti.dak, per.nah.

Tapi biasanya juga, momen seperti ini akan tersimpan dalam memori jangka panjang, hingga satu visi ini terjalin lama.

Hanya Allah yang berkuasa menggerakkan hati setiap orang untuk percaya dan setia. Setelah doa dan ajakan riyadlah, tuangkan kesepakatan dalam lembar komitmen. Bismillah insyaAllah berkah.

Dampak lain? Mereka minta waktu konsultasi tentang masalah anak. Nah, di sini tugas BK, Home Room Teacher (istilah dan konsep HRT ini juga dari ANPS) dan kepsek. Bertingkat. Jika tidak selesai, baru di atasnya membantu. Di sekolah, pada waktu dan ruang yang disepakati.

::

Itu semua contoh ya, Gaes. Salah satu ikhtiar jika kita ingin mengikat hati orang tua dan murid untuk percaya dan setia pada sekolah. Contoh materi parenting di pertemuan pertama. Pertama ya. Untuk materi parenting pertemuan kedua dan ketiga, sesuai kebutuhan saja. Menghadapi masa pubertas, stop bullying, konsep diri, mendidik di era digital dan lainnya. Setiap sekolah, pasti sudah memiliki kurikulum parenting juga ya.

Siapa yang menyampaikan? Kalau pertemuan pertama pasti pemateri dari dalam, karena terkait pemahaman visi dan budaya sekolah. Selanjutnya, bisa siapa saja dari mana saja.

Harus itu? Ya enggak. Tak ada kata harus dalam tulisan ini. Sama sekali. Coba deh lihat lagi 🙈

Panjaaaaaaang banget ya? Iya, ini salah satu bab dalam buku saya, “Ada Pelangi di Sekolah” yang tak kunjung selesai. Kalau nanti jadi terbit, panjenengan beli ya haha. Nggak tahu kapan 😅

  • Bataranila, 1 Oktober 2021 –

YPP MU GELAR MUSKER PENGURUS 2021-2026 DENGAN PROGRAM KERJA SERBA DIGITAL

Previous article

BERBAGI CINTA DI PULAU MUTIARA

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.