Risalah Cinta Ning Evi Ghozaly

PERAN TASAWUF DALAM PENDIDIKAN DAN TEKNOLOGI

0

Penulis: Ning Evi Ghozaly
.
“Jika kita menjadi guru hanya sekedar transfer pengetahuan, akan ada masanya kita tak lagi dibutuhkan karena google lebih cerdas dan lebih banyak tahu dari kita. Namun jika kita menjadi guru dengan mendidik sekaligus melakukan transfer adab, ketakwaan dan karakter maka kita akan selalu dibutuhkan karena google tak memiliki semua itu”.

  • KH. Dimyati Rois –

::

Meski masalah pendidikan di negara kita sangat banyak, namun pelahan tapi pasti bisa diselesaikan dengan baik. Tentu saja, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tak bisa sendirian mengatasi semuanya. Dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak termasuk lintas kementrian, bermacam organisasi dan komunitas, juga lembaga pendidikan dan masyarakat umum.

Saya yang tak sabaran, suka nyinyir dan lebih sering melihat sisi negatif pemerintah, saat ini memang harus lebih banyak mendengar. Beruntung TV9 memberi kesempatan saya untuk mengundang Gus Hasan Chabibie. Beliau adalah Plt Kepala Pusat Data Teknologi dan Informasi Kemendikbud Indonesia.

Apa masalah krusial yang kita hadapi saat ini, Gus?

“Akses dan pemerataan pendidikan. Belum semua saudara kita bisa menikmati hak mendapat pelayanan pendidikan. Wilayah negara yang sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau, menjadi tantangan utama”.

Nggih Gus, dulu saya sering keliling Lampung untuk memberi materi pelatihan pada para guru. Hingga ke pelosok, tepi hutan dan pulau-pulau. Mengenaskan, sangat. Padahal ini baru Lampung ya. Masih secuil. Bagaimana dengan propinsi lain?

::

Alhamdulillah, saat ini teknologi telah banyak membantu. Listrik mulai masuk wilayah yang dulu tak tersentuh, jaringan internet yang mulai bisa diterima luas, sampai materi pelatihan guru dan pembelajaran yang bisa diakses kapanpun, menjadi harapan baru bagi kemajuan pendidikan kita. Meski belum semua, tapi setidaknya penyelesaian masalah akses dan pemerataan pendidikan ini mulai menemukan jalan keluar.

::

Jadi Gaes, Kiswah Interaktif ini hanya 5 segmen, dibagi menjadi 10 menit pertama, lalu masing-masing 8 menit selanjutnya. Mengalir santai. Tapi begitu sampai pada peran tasawuf, saya sangat bersemangat gas poll.

Gus Hasan yang juga ketua Mahasiswa Ahli Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah ini nyemantri banget. Ketika saya meminta beliau bercerita tentang perjalanan mulai dari saat menjadi santri di sebuah pondok pesantren, lalu menjadi aktifis dan menjadi pengasuh sebuah pondok pesantren, sampai kemudian mendapat peran penting di Kemendikbud, yang terlontar ya jawaban khas santri, “Nggih ini sudah kersane Gusti Allah, Ning Evi. Saya tak pernah punya ambisi macem-macem. Tapi memang selalu berharap dan berdoa agar bisa menjadi orang yang bermanfaat sesuai pesan para guru kyai”.

Ketika memutuskan nyemplung di MATAN?

“Saya nderek dhawuh Maulana Habib Luthfi bin Yahya”.

Lalu mengalir cerita tentang MATAN. Memasyarakatkan thariqah dan menthariqahkan masyarakat menjadi program utama.

Ya, suatu saat nanti, ketika masyarakat telah menguasai teknologi dan mendewakan ilmu pengetahuan, bahaya banget jika tanpa rem. Disinilah peran tasawuf. Kesadaran bahwa kita tetap sebagai hamba, yang bahkan tak kuasa mengatur kapan mata berkedip, harus terus tumbuh. Agar hati mampu terus merunduk meski kepala lebih sering mendongak. Agar tetap bisa tawadlu dan menahan diri, meski harapan dan pencapaian telah tinggi.

::

Percayalah, pendidikan akan sangat kering jika tanpa ruh. Meminjam istilah Gus Mus, “Pendidikan harus memanusiakan manusia”.

Dan ini, hanya bisa dilakukan dengan tetap memegang nilai luhur agama, menyertakan Allah dalam setiap ikhtiar kita. Tasawuf ada disini. Tak hanya dengan bacaan wirid sekian ratus kali sehari, tapi selalu menata niat dan bersungguh-sungguh menjalankan tiap amanah adalah keharusan.

Guru dan dosen ya wiridnya mendidik dengan baik. Mahasiswa belajar dengan sungguh-sungguh. Apapun peran yang kita ambil, tak akan sia-sia jika bernilai kebaikan. Syukur jika ditambah dengan bonus lisan dan hati terus melafal wirid.

::

Diskusi yang sangat menarik. Suami saya sampai mengingatkan saat break, “Sudah Um. Sampun terlalu jauh bicara tasawuf, kembali ke pendidikan mawon”.

Ahaha, iya. Lha memang asyik kok. Gus Hasan mengutip banyak ngendikan para guru kyai, termasuk Yai Dim diatas. Saya menimpali dengan menyitir kalimat Mbah Moen dan pelajaran dalam pelatihan Budaya Akademik Guru yang disampaikan oleh KH. Thalhah Hasan pada tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh sekian.

“Hubungan guru murid akan abadi bahkan setelah salah satunya telah tiada. Maka jangan pernah meninggalkan mengirim doa. Guru selalu mendoakan murid, dan murid terus mendoakan guru”.

“Ilmu memang sangat penting, tapi adab lebih utama. Maka adab harus diletakkan diatas ilmu agar kita tidak keminter. Apalagi sampai minteri guru dan orang tua”

“Guru dulu. Baru kita bicara sekolah dan lembaga. Sebab jika guru telah menjadi guru sejak dalam pikiran, perkataan maupun perilaku maka akan mudah tujuan pendidikan tercapai”

::

Saya jadi lupa menyampaikan protes tentang POP, konsep Merdeka Belajar atau sinyal ndal ndul dan subsidi quota atau program BSU. Nyesel sih, haha.

Tapi begitulah. Tasawuf membuat berbagai masalah selesai, termasuk masalah pendidikan dan teknologi. Maka yuk, ikuti Kiswah Interaktif hari ini ya, Ahad 16 Agustus 2020, pkl 16.30-17.30.

Lagi, yang belum bisa menangkap siaran TV9 bisa lewat streaming youtube ya, Gaes. Bismillah, semoga bermanfaat dan barakah 🙏😊💖

KETIKA DOKTER MENJADI PASIEN COVID-19

Previous article

IMAMU MIFUL, Sukseskan Program Lanjutan

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.