BAROKAH ITU NIKMAT
Oleh: Ustd. Sutiam, S.Pd.I*
Berkah, apa itu? Serapan dari kata “barokah” yang berarti nikmat. Secara istilah, barokah diartikan sebagai bertambahnya kebaikan. Hal ini menjadikan barokah sebagai sesuatu yang indah dan istimewa sehingga diimpikan oleh setiap insan yang beriman.
Seringkali kita dengar, tak apa honor sedikit asal barokah. Maksudnya? Yah, semisal guru honorer di lembaga pendidikan swasta tanpa adanya dana Tunjangan Profesi Pendidik (TPP) tentu honornya sangat minim sekali. Maka dari itu, tidaklah heran jika banyak orang lebih memilih pekerjaan lain daripada menjadi guru honorer.
Loh, katanya guru itu pahlawan tanpa tanda jasa? Memang iya. Akan tetapi, tak dapat dihindari bahwa guru juga makhluk sosial yang memiliki segudang kebutuhan. Oleh karenanya, kesejahteraan guru juga harus diperhatikan, semisal dengan diberikan bisyaroh sesuai tugas pokok dan fungsinya.
Besaran bisyaroh ini pun tak dapat mengukur sebuah keberkahan. Barokah hanya bisa dirasakan oleh orang yang pandai bersyukur. Gaji besar? Oh, belum tentu barokah. Sebagaimana penulis ungkap di awal bahwa honor sedikit tetapi disyukuri, ikhlas hati tak banyak mengeluh, pasti dirasa cukup karena rezeki tidak hanya berupa bayaran atau uang.
Pembaca yang masih belum percaya barokah tentu juga tidak akan mempercayai apa yang penulis utarakan ini. Namun, cobalah tengok di sekitar kita, kawan, saudara, atau kenalan yang sudah memiliki honor besar akan tetapi dia tidak pandai bersyukur. Dapat dipastikan hidupnya kalah tenang dengan yang gajinya terbatas tapi tetap bersyukur dalam keterbatasannya. Contoh saja, sebagian guru yang sudah dapat TPP masih saja mengeluh. Bilangnya, banyak tugas dan laporan yang harus dikerjakan sedangkan pemasukan masih kurang untuk memenuhi kebutuhan, padahal nominal yang didapat sudah lumayan besar.
Sedikit penulis akan bercerita pengalaman awal menjadi tenaga kependidikan di Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum (YPP MU). Kala itu, jauh sebelum ada HP android. Tidak kenal yang namanya media sosial sehingga tidak butuh beli paket data. Penulis ditugaskan di Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum (MIMU) sebagai Staff Tata Usaha. Bisyaroh yang penulis terima setiap bulannya sebesar Rp. 75.000 rupiah. Alhamdulillah, bisyaroh itu cukup bahkan untuk iuran tugas kuliah, kebetulan masa itu penulis masih berstatus mahasiswa aktif Institut Agama Islam Ibrahimy Sukorejo cabang Wongsorejo. Benarkah cukup? Sungguh. Bukan besar atau kecilnya honor yang menjadi acuan dikatakan rezeki itu barokah. Akan tetapi, rasa syukur dan kemanfaatan pada lingkungan secara nyata itulah barokah yang sesungguhnya.
Pernah suatu ketika, Abuya Dr. Fawaizul Umam, M.Ag selaku Ketua I meminta pada karyawan dan guru muda YPP MU untuk mengikuti proses penjaringan guru sertifikasi. Akan tetapi, mereka menolak dengan alasan proses yang harus ditempuh sangat rumit. Nampaknya, beliau kurang berkenan dengan jawaban mereka. Tujuan Abuya Fawaiz bukan semata mengharap bayaran dari pemerintah, tetapi demi kemanfaatan untuk YPP MU. Beliau berharap guru yang mendapatkan dana TPP menyisihkan sebagian kecil rezekinya untuk diinfaqkan pada pembangunan YPP MU.
Baiklah, sampai di sini dapat dipahami bahwa barokah adalah perasaan tenang dan bahagia sebab senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh-Nya. Orang yang mendapat keberkahan hidup akan terus bertambah kebaikannya. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapatkan barokah. Aamiin.
*) Penulis adalah guru MI Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi.