BERKAT YPP MU, RAIH BEASISWA LUAR NEGERI
Penulis: M. Ismul Wilman Hadi*
Saya juga sempat down melihat peserta tes seleksi saat itu yang rata-rata lulusan pondok-pondok pesantren ternama. Namun, ternyata kualitas lulusan YPPMU tidak kalah pamor! Alhamdulillah saya lulus tes beasiswa untuk studi ke luar negeri. Berbekal surat rekomendasi dari MA Miftahul Ulum ke pihak universitas terkait, saya berangkat studi ke Tarim Hadramaut Yaman. Semua itu tak lepas dari doa dan jasa YPP MU.
Saya asli orang Lombok, NTB. Pada Awal nyantri di Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum (YPP MU), saya sama sekali belum mampu membaca kitab gundul (sebutan populer di kalangan santri untuk kitab kuning tanpa harakat), apalagi memahami dan menjelaskan isinya. Kemampuan itu masih sebatas impian. Saya juga sempat mengalami kesulitan dalam memahami materi yang diajarkan karena kajian-kajian kitab saat itu kebanyakan menggunakan bahasa Madura. Saya lebih sering plonga–plongo, tidak paham, karena saya belum pernah mendengar bahasa Madura sebelumnya. Kosakata Madura pertama yang saya hafal kala itu ialah kata “calatthong” (bahasa Indonesia: kotoran sapi).
Syukurlah, guru-guru saya di YPP MU sangat telaten. Biasanya bahasa Madura yang sedikit sulit dipahami diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Suatu ketika, saya mendengar nasihat pada sebuah pengajian kitab yang intinya “Menyapu halaman pondok itu sama artinya menyapu kotoran yang ada di dalam hati, jika hati bersih niscaya akan mudah memahami pelajaran”. Hanya saja saya kurang ingat, apakah dawuh tersebut didengar ketika pengajian Abuya KH Moh. Hayatul Ikhsan, Ustadz Hariyanto ataukah Ustadz Sudawi. Wallahua’lam bisshawab.
Sejak saat itu saya tergerak untuk khidmah menyapu guna membersihkan hati agar mudah memahami pelajaran dan cepat bisa membaca kitab. Awalnya, saya hanya menyapu di halaman asrama saja, kemudian bertambah menyapu dan menyiram bunga di halaman kediaman pengasuh sampai boyong.
See! It’s a true advice. Pengalaman pertama menyapu, saya merasa seperti ada dorongan dan semangat untuk berlatih membaca kitab sendiri. Tak lama kemudian, atas izin Allah SWT, saya bisa memahami bahasa Madura walaupun tidak fasih mengucapkannya. Kemudian sedikit demi sedikit saya mulai bisa memahami materi yang diajarkan. Hingga suatu saat saya mendengar pengasuh ber-dawuh, “Guru Tugas (GT) dari Sidogiri itu harus dimanfaatkan dengan maksimal oleh santri supaya tidak sia-sia,” ungkap Abuya Hayat di suatu pengajian rutin.
Dawuh Abuya menjadi motivasi awal kedekatan saya dengan Ustadz Fahrur Rozi, GT Pesantren Sidogiri kala itu. Beliau sangat telaten memberi bimbingan khusus membaca kitab kepada saya. Orangnya baik, cool, penyabar, dan berwibawa. Ilmu kitabnya jempolan, banyak sekali teknik baca kitab yang beliau ajarkan. Berkat beliaulah saya mulai bisa membaca kitab gundul, mulai mampu memahami metode-metode baca kitab yang kemudian terus saya asah sendiri.
Selepas menyelesaikan pendidikan Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Diniyah (MADIN) di YPP MU, guru dan orangtua meminta saya pulang untuk persiapan tes beasiswa studi ke Timur Tengah. Karena itu, saya pun memohon izin boyong sekaligus minta doa restu Pengasuh YPP MU.
Dengan tekad yang kuat, berbekal ilmu dan restu dari YPPMU, juga bimbingan seorang guru mulia, saya akhirnya mengikuti tes beasiswa ke luar negeri. Saat itu tesnya membaca kitab gundul, menerjemah, dan menjelaskan isinya. Disusul ujian lisan, berdialog dengan penguji dalam bahasa Arab. Terakhir, ujian tulis dengan menjawab soal-soal fqih menggunakan bahasa Arab.
Jujur saja, saya tidak pandai “acaca” (berbicara) bahasa Arab. Hanya saja sewaktu nyantri di YPP MU, di samping mengaji kitab, saya juga menyempatkan menghafal kosakata Arab dalam kitab-kitab yang dibaca. Dari kosakata yang dihafal itulah saya menyusun kalimat arab sampai bisa berbicara bahasa Arab saat tes. Soal-soal tes fiqh ternyata merujuk materi kitab Fathul Qarib, salah satu kitab yang pernah saya kaji dan pelajari di YPP MU.
Miftahul Ulum itu komplit, bukan?
Saat mengikuti tes, saya juga sempat down melihat para peserta tes seleksi kala itu yang rata-rata lulusan pondok-pondok pesantren ternama. Namun, ternyata kualitas lulusan YPP MU tidak kalah pamor! Alhamdulillah, saya lulus tes beasiswa untuk studi ke luar negeri. Berbekal surat rekomendasi dari MA Miftahul Ulum ke pihak universitas terkait, saya berangkat studi ke Tarim Hadramaut Yaman. Semua itu tak lepas dari doa dan jasa YPP MU.
Sungguh saya selalu mematri rasa terima kasih dan untaian doa kepada guru-guru di YPP MU dalam setiap hembusan nafas. Beliau semua adalah orang hebat, terutama Abuya dan Ummi.
*Penulis adalah Alumni YPP MU (2015); Mahasiswa Universitas Al-Ahgaf Yaman dan Institut Dar Ghuraba Likhidmati Ulumul Hadits wa Da’wah.
Good luck!
Siap…