Penulis: Ning Evi Ghozaly
Pernah dengar istilah Generasi Sandwich kan? Iya, seorang anak yang punya tanggung jawab membiayai kebutuhan hidup kedua orang tua dan adik kakaknya, tapi sekaligus harus menafkahi istri/ suami dan anak-anaknya. Ibarat daging ceper yang dihimbit dua roti atas bawah. Kepenyet.
Saya pernah membaca cerita yang di-utaskan salah satu akun twitter tentang seorang anak yang bekerja keras di kota besar untuk menghidupi orang tua dan adik-adiknya di kampung. Sangat ngoyo, bahkan sering pemuda tersebut langsung transfer ke keluarga begitu gajian. Disisakan untuk bayar kos dan persediaan makan dengan lauk seadanya. Tak jarang hanya makan mie instan atau puasa agar bisa mengirim uang lebih banyak. Berkali terjadi drama, sampai membuatnya takut menikah.
Ada banyak kisah nyata semacam, dengan beragam alasan dan dampaknya. Survey Litbang Kompas Agustus 2022 di 34 propinsi menyatakan generasi sandwich di Indonesia ada 67 persen responden lho. Memang sih, salah satu wujud bakti seorang anak ya dengan membantu memenuhi kebutuhan orang tua. Kita sepakat kan kalau yang begitu tuh bagus banget. Mampu memenuhi nafkah keluarga dan bisa membantu membiayai kebutuhan orang tua adalah mimpi semua anak. Kereeen. InsyaAllah pahalanya gede.
Tapi tentu saja harus menghitung kemampuan ya. Jangan sampai niat baik itu jadi beban yang meminggirkan keluarga inti. Apalagi jika mengakibatkan lelah fisik dan psychis terus berujung stres berat.
::
Bisa dihindari nggak? InsyaAllah bisa. Dengan komunikasi yang baik. Sampaikan saja kondisi keuangan dan kesanggupan membantu pada semua anggota keluarga. Memberi orang tua oke, membantu biaya sekolah adik yang masih kecil bisa, tapi ya masak adik yang gede minta pulsa dan skincare ke kakaknya juga?
Jika rizki yang didapat hanya cukup untuk menafkahi keluarga inti itupun pas-pasan ngepres, ya sampaikan juga. Mohon ijin nabung pelan-pelan untuk kebutuhan pokok dan memberi sekian bulan sekali saja untuk orang tua. Sambil terus mengatur keuangan dan ikhtiar mencari rizki tambahan. Syukur jika bisa mendorong adik dan anggota keluarga lain untuk bergotong royong. Bagus juga jika kompak mengupayakan sumber pemasukan untuk orang tua bersama. Yes, komunikasi yang baik adalah koenci.
Toh bakti pada orang tua bisa dengan banyak cara ya. Saat terpaksa absen membantu orang tua, anak tetap bisa memberi perhatian, kasih sayang dan tentu, doa.
::
Nuwun sewu. Dari sisi orang tua, harusnya tidak menjadikan anak sebagai investasi yang berujung kalkulasi. Hindari prinsip, “Lha wong sudah membiayai anak sejak kecil sampai dewasa kok, kalau anak sudah kerja ya wajib menafkahi orang tua.”
Tuh kan. Menjadi orang tua adalah pilihan, menempel tugas ikhlas seumur hidup. Bukan hanya merawat dan melindungi, tapi juga mengasuh dan mendidik. Bersama-sama, ayah dan ibu. Kalau hanya ibu, akan timpang. Ada yang kurang.
Ya. Kehadiran ayah dalam hidup anak sangat berarti. Komunikasi yang baik, memberi teladan, mengajarkan ketegasan dan kekuatan, menyontohkan cinta keluarga dan tanggung jawab, memberi gambaran bagaimana menghadapi dan memutuskan masalah. Figur ayah yang utuh, insyaAllah akan membuat anak terhindar menjadi generasi sandwich yang ngenes karena anak tahu apa yang harus dilakukan untuk dirinya, orang tua dan saudara juga lingkungan. Anak bisa menata niat dan memilih taat dengan cara yang tepat.
::
Wuih ini tema berat memang. Saya aja ngos-ngosan menyampaikan materi seluas ini hanya dalam 40 menit yang disediakan. Tugas dari Mbak Nurul Hidayati selaku Direktur Nikah Institute dalam Bincang Parenting Islami: Atasi Sandwich Generation dan Fatherless.” Abuwot tenan, Gaes.
Apalagi saya nggak pinter ndalil ya. Saya bukan ahli agama. Tapi alhamdulillah antusias seratus calon pengantin membuat saya semangat. Momen tanya jawab jadi asyik poll. Penanya dari jauh-jauh bahkan ada yang dari Jepang. Salut untuk semua anak muda yang niat banget membekali diri dengan ilmu dan skill sebelum memutuskan menikah. Luar biasa, kereeen. Memang harus, agar nggak terlalu kejedut nanti. Terima kasih ya, adik-adik. Terima kasih, Nikah Institute.
Terakhir, saya sempatkan berbagi sedikit pengalaman. Birrul walidain akan membuat hidup kita mudah. Ridla orang tua dan keluarga akan meringankan langkah kita. Yakin, akan ada jalan dan berkah. Maka jangan ragu bertekad menjadi orang tua yang bertanggung jawab sekaligus anak yang berbakti ya. Bismillah aja. Jangan segan meminta keikhlasan dan doa orang tua, terus menerus.
Eh lalu saya nunjuk diri. Sebagai anak, apa beneran saya sudah berbakti? Sebagai orang tua, apa saya sudah cukup memberikan kasih sayang, melakukan tirakat dan doa untuk anak-anak?
“Ya khayyu ya qoyyum birahmatika astaghitsu ashlikhli syakni kullahu, wa la takilni ila nafsi thorfata ‘ainin.”
Wahai dzat yang Maha Hidup, serta Maha Berdiri Sendiri, dengan rahmat-Mu hamba memohon pertolongan, perbaiki seluruh urusan atau keadaanku, dan janganlah Engkau mewakilkan aku kepada diriku sendiri dalam sekejab mata pun.”
- Ahad, 2 Juli 2023 –
📷 Abi M Haris Sukamto membiasakan L dan D tahu apa yang harus dilakukan. Termasuk membersihkan rumah dan bisa memasak saat darurat, meski sudah ada
goput. Semoga jadi pengalaman yang nyentel. Eh itu, kerah baju item mentolo tak benakkan aja 😅
Comments