Hati Suhita, Mikul Duwur Mendem Jero
Oleh: Zea Mays*)
Hati Suhita. Novel best seller karya Ning Khilma Anis. Bukannya luntur, Suhita Lover kian hari kian meningkat. Apa yang membuat kisah ini spesial bahkan jauh sebelum tercetak menjadi sebuah buku?
Rasanya tidak akan pernah cukup hanya dengan sekedar review singkat untuk membahas segala tentang Hati Suhita. Sebagaimana yang sering diceritakan oleh penulisnya, buku ini lahir setelah melalui proses panjang. Benar-benar matang, tidak setengah-setengah.
Semua tokoh punya karakter masing-masing yang sama kuat. Penokohan tidak hanya berfokus pada pemeran utama saja seperti pada umumnya. Maka dari itu, tidak heran banyak pula pembaca yang berada di sisi Rengganis dan Kang Dharma. Namun demikian, tetap saja Alina Suhita dan sosok Gus Birru menjadi idaman sejati. Siapa sih, insan muda jaman now ini yang tidak pernah terperangkap dalam peliknya perasaan? Sepertinya jarang sekali.
Di dalam kisah yang sangat apik itu pula, Ning Khilma sukses menggelontorkan makna-makna kehidupan. Bagaimana hak dan kewajiban suami-istri berlaku dalam rumah tangga? Penangguhan nafkah batin yang sengaja dilakukan oleh Gus Birru karena takut mendzalimi Alina adalah langkah yang tepat. Sebab, islam juga tidak membenarkan menggauli istri dengan menghadirkan sosok wanita lain dalam bayangan. Sayangnya, tindakan Gus Birru ini tidak disertai dengan komunikasi yang baik. Oleh karenanya, patutlah ini menjadi pelajaran berharga bagi siapapun untuk selalu membangun komunikasi yang baik dalam setiap masalah. Entah itu masalah keluarga, pekerjaan, ataupun yang lain. Komunikasi selalu menjadi bagian penting.
Hati Suhita juga sangat kental dengan ciri khas kisah wayang dan budaya Jawa. Untuk menulis bagian ini tentu diperlukan riset mendalam. Bukan hanya sekedar improvisasi, kisah wayang dan ungkapan-ungkapan yang dicuplik dalam Hati Suhita selalu memiliki makna mendalam untuk bekal mengarungi bahtera kehidupan. Seperti halnya ungkapan Jawa yang sering Alina gumamkan, mikul duwur mendem jero. Bahwa sebagai perempuan, seyogyanya dapat melindungi aib keluarga apapun kondisinya.
Tentu saja hal tersebut bukan sesuatu yang mudah. Oleh karena itu, perempuan juga harus punya skill yang mumpuni. Digambarkan sosok Alina mampu mengembangkan madrasah dan pondok pesantren rintisan sang mertua. Hal ini hanya mungkin terjadi jika Alina merupakan pimpinan yang cerdas dan bijaksana. Di sisi lain, ada sosok Rengganis dengan keahlian berbeda. Ning Khilma memberikan gambaran bahwa tidak ada yang salah dari itu semua. Masing-masing punya keahlian di bidang yang berbeda. Akan tetapi, bersatunya perbedaan itu akan menghadirkan kekuatan yang lebih dahsyat. Alina seorang santri, sedangkan Rengganis seorang jurnalis. Jika ada santri sekaligus jurnalis, jurnalis sekaligus santri tentu itu menjadi hal yang luar biasa sekali.
Masih banyak lagi hikmah dari Buku Hati Suhita ini. Salah satu buku favorit koleksi Perpustakaan Nyai Hj. Siti Romlah milik Asrama Putri Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi.
Kabarnya, novel ini akan segera difilmkan oleh Starvision. Semoga sukses, lancar, dan dimudahkan selama proses syuting. Semoga menjadi motivasi para santri untuk terus berkarya, khususnya santri Miftahul Ulum Bengkak.
*) Rengganis lovers