Risalah Cinta Ning Evi Ghozaly

JABATAN

0

Penulis: Ning Evi Ghozaly

Semenjak mengenal arti pemilu, pilkada, sampai pil pil lain wa ala alihi wasahbihi ajmain, saya mulai ragu dengan arti kalimat tertentu. Konten dan maknanya bisa berbeda jauh, bahkan bisa berlawanan.

“Saya tidak punya ambisi pribadi kok,” bisa berarti kalau untuk keluarga dan kelompak saya, ya akan saya perjuangkan.

“Saya tidak punya kepentingan khusus,” sangat mungkin ada beberapa maksud lain yang disembunyikan.

“Saya hanya ingin belajar, agar bisa bermanfaat lebih luas,” maksudnya ya latihan untuk menduduki jabatan diatasnya.

“Saya tidak berminat melirik jabatan yang diperebutkan,” tapi mengatur agar si A di sini dan sang B di situ ya harus mau.

“Saya niat mengabdi, nggak kepikiran akan memintakan posisi untuk anak saya,” lalu melenggang membuat aturan yang membolehkan sang anak mendapat posisi tertentu.

::

Ngendikan guru kyai, harus ada orang-orang baik yang menduduki jabatan a b c. Harus ada orang lurus, pinter dan pemberani yang memegang amanah tertentu. Untuk kemslahatan ummat. Untuk membela kebenaran. Untuk memperjuangkan kebaikan.

Tapi mbok ya dengan cara yang sip-sip saja lah. Ikhtiar wajib, tapi ngoyo sampai saling sikut, buat apa? Apalagi jika harus menjegal teman seiring seperjuangan bahkan mengorbankan banyak hal.

Apa sih yang dicari?

Pertanyaan saya ini ditertawakan oleh satu teman, “Jabatan itu candu, Ning. Yang dicari, ya banyak. Untuk mendapatkannya, lewat beragam jalan. Dan petarung, pasti tahu caranya. Yang penting harus dibungkus kemuliaan,” terkekeh. Tak ada raut menyesal.

::

Ya. Nyaris setiap saya berkunjung ke satu tahanan, saya sempatkan keliling menyapa dan ngobrol dengan beberapa orang. Satu teman tadi selalu saya temui di sana.

Satu teman yang lain, sering bercerita tentang tralala kasusnya, mengapa bisa sampai ke sana, kasus apa saja yang dialami teman-teman di sini, berapa tahun hukumannya, apa yang dilakukan setelah bebas.

“Tak semua yang ada di sini benar-benar bersalah dalam kasus yang dituduhkan. Kadang karena terseret atau tak sengaja terlibat. Inilah resiko jabatan.”

“Yang nggak kuat sebaiknya minggir. Setiap langkah harus berhitung. Sebab jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Bukan semata gengsi atau gaya-gayaan.”

“Mei tahun depan saya bebas. Lima tahun bukan waktu sebentar. Saya kapok. Saya akan memilih mundur dari hiruk pikuk. Saya ingin tinggal di pinggir desa yang tak seorang pun mengenal saya,” menghela nafas panjang. Menutup cerita sambil terus memegang mushaf.

Saya tersenyum. Pamit. Melangkah menuju masjid di dalam, yang di dinding depan terpasang batu berukir tiga tanda tangan. Di bawahnya ada nama jelas, para pejabat yang meresmikan masjid ini.

Saya terhenyak, saya mengenal ketiganya dan kasus-kasusnya. Dua diantaranya, yang bertemu saya tadi.

Duh.

  • Indonesia Raya, 10 Agustus 2021 –

Sowan Pesantren, PCNU Banyuwangi Datangi YPP MU

Previous article

DAMAI YA NAK

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.