Penulis: Ning Evi Ghozaly
“Ayo sebutkan satu nama pemimpin yang lahir karena peristiwa besar,” saya memberikan pertanyaan pertama. Jawaban yang datang beragam.
“Contoh pemimpin yang benar-benar karena great man?”
“Selain yang sudah tertera pada standar kompetensi pimpinan di lembaga ini, ciri-ciri pemimpin seperti apa yang anda harapkan?”
“Oke. Apa yang harus kita lakukan jika tiba-tiba kita kehilangan pemimpin dengan apapun sebabnya?”
::
Hanya satu slide, tapi kami mengupasnya hingga dua jam. Ehya materi warisan dari Kang Munif Chatib tentang kepemimpinan satuan pendidikan ini saya dongengkan lagi di tiga lembaga formal yang menyatu dengan pondok pesantren di Jawa Timur. Tapi sebelumnya ya saya mutholaah lagi dengan Ust. Herdin Nurdin.
Asli lho, diskusi bersama semua peserta berlangsung sangat seru. Sesekali kami selingi dengan ice breaking yang menegaskan teori dan pemaparan contoh kasus, membuat suasana serius dan santai hadir bergantian. Seneeeng banget melihat semangat peserta periode ini. Tidak hanya menyimak tadzim, tapi juga menyampaikan argumen kereeen, menggoyang teori, melompat dan tertawa riang. Jian blink-blink kok.
::
Hanya satu slide, tapi insyaAllah target memahami pentingnya pengaderan tercapai. Ya, dalam pelatihan ini saya memang mewajibkan kepala sekolah, direktur penjamin mutu dan semua pimpinan mengajak dua orang kader.
Proses pemilihan kader sudah berlangsung beberapa waktu sebelumnya, dengan kriteria dan alat ukur yang disesuaikan dengan visi lembaga.
Masalah yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya pun, telah tercatat rapi. Pokoknya mereka siap grak.
::
Selanjutnya, kami membuat reng-rengan time table dan rincian program. Berapa lama proses pengaderan? Saat kegiatan apa saja para pimpinan mengajak kadernya? Tugas apa yang bisa didelegasikan dan mana yang butuh pendampingan total. De el el sih.
Ohya. Sangat mungkin lho dari dua kader itu, tak butuh waktu lama untuk “jadi”. Etapi ada juga yang berguguran di bulan-bulan pertama. Diantara indikator yang mendukung keputusan untuk udahan aja tuh, karena mereka mengeluh terus menerus, terlihat tertekan dalam waktu yang lama dan selalu menghitung keuntungan nominal dari tiap tugas. Ada lagi ding, tugas baru nggak kepegang, sementara amanah utama terbengkalai.
::
“Selain tugas dan amanah yang sudah disepakati bersama hari ini, apakah anda punya ide baru yang inovatif? Kira-kira apa tantangannya?”
Sret sret, peserta menuangkannya dalam kertas besar. Ditempelkan di dinding. Akan mereka evaluasi berkala, eh mau dicorat coret, distabilo atau dihapus ganti juga boleh.
Yang penting jalan. Meski mungkin ada yang thimak thimik dan ada yang lari kenceng. Bismillah aja. Wong ini tanggung jawab bersama ya. Asal ndak mandeg, termasuk tirakatnya. Kan gitu yak, satu lembaga bisa terus hidup bukan semata karena rencana yang terlaksana, bukan hanya lantaran strategi yang kece, tapi yang pasti karena kuasa dan ridlo Allah. Maka banyakin doa dan terus merawat niat. Jarene ngaten ya.
::
Terakhir, saya kelingan ngendikan Kang Munif, “Kalau kita bukan pemilik modal, bukan anak petinggi, bukan ponakan pembina yayasan…ya harus mau bekerja keras, bekerja cerdas, berkarakter bagus dan belajar terus menerus. Agar tahan banting saat terpilih menjadi kader, untuk selanjutnya menjadi pemimpin yang kereeen.”
Terima kasih ya untuk YPP Miftahul Ulum dan ke-14 lembaganya. Terima kasih untuk Darul Faqih dengan unit SMP, SMA, Madin, TPQ dan pondok pesantrennya. Terima kasih untuk Assa’idiyah dengan semua unit pendidikannya.
- Nyicil nyatet kenangan Malang, Jember, Banyuwangi, September 2022 –
Comments