
MASIH BANYAK ORANG BAIK
Penulis: Ning Evi Ghozaly*
Saya sering kaget dengan respons sahabat efbi dalam menyambut ajakan kebaikan. Cepat banget, poll. Hari ini saya membagikan status seorang sahabat dokter yang butuh 10 kantong jenazah. Dalam waktu singkat telah terkumpul dana pengadaan 52 kantong jenazah dan kiriman berupa barang, 10 KJ.
Beberapa hari menjelang lebaran ada musibah puting beliung di Tulang Bawang, Lampung. Saya hanya posting status WA dan kirim pesan ke beberapa sahabat. Hitungan menit, sekian bantuan dana saya terima.
Sebelumnya, saya sering membagi cerita bahwa saya rutin ke pelosok. Mendongeng di hadapan para kepala sekolah, guru, pengawas, dan murid-murid SMP-SMA. Saya juga mendampingi ibu-ibu korban KDRT dan anak spesial atau korban bullying. Saya hanya bercerita. Dan selalu ada sahabat efbi yang kemudian bertanya, “Apa yang bisa saya bantu, Ning Evi?”
Tak lama setelah itu, datang ratusan buku bacaan untuk remaja dan seragam sekolah. Datang lagi ratusan al-Qur’an dan dana untuk dibelikan sekian ratus paket sembako.
Oh ya, saya pernah sekali bercerita tentang pondok pesantren yang saya bina. Hanya bercerita singkat. Sangat singkat, nyelip di satu status. Tiba-tiba ada tawaran bantuan perpustakaan santri lengkap, mulai lemari, ratusan buku, kipas angin sampai karpet. Lain waktu, datang alat kesehatan dan bantuan dana untuk membuat divisi usaha. Ada juga bantuan sapi, hingga beasiswa bagi sekian banyak anak asuh yang tuntas dalam waktu singkat. Tentang pondok-pondok pesantren binaan saya ini, sebenarnya saya malu bercerita khusus, tapi insyaAllah kapan-kapan saya dongengin ya. Mau kan? Kan?
Nah. Masih banyak bantuan lain dan berupa macam-macam. Uniknya, nyaris semua donatur tersebut awalnya hanya saya kenal di fesbuk. Kenal saja, saling baca status, lalu saling komen. Sekian lama akrab, terasa dekat. Beberapa di antaranya lalu berhasil kopdar, bertemu langsung.
Jadi, siapa bilang fesbuk hanya untuk main-main? Sumprit, saya mendapat banyak sahabat dan kebaikan di sini, Gaes.
Alhamdulillah. Saya juga beruntung memiliki banyak sahabat yang tersebar di berbagai daerah. Cekatan dan teliti. Hingga penyakit gampang lupa saya yang akut dan tak pintar membuat laporan bisa tertutupi dengan baik.
Iya, sampai H-1 lebaran kemarin, saya masih harus membagi bingkisan ke beberapa tempat. Saya juga harus menerima dan meneruskan laporan penyaluran bantuan ke pelosok. Saya sampai lupa kalau belum menyiapkan masakan dan tak ada kue lebaran di rumah. Uplek terus. Pas maghrib, dengar takbir, spontan saya menangis ingat Abah Umy dan kepikiran dua anak kami di Malang. Setelah puas terisak mewek, saya baru ingat belum punya simbol-simbol lebaran itu. Ahahaha, ndak papa wis. Wong ya nggak ada tamu kok.
Eits, itu masih bantuan yang untuk orang lain lewat saya ya. Hadiah untuk saya sendiri? Banyaaaaak. Beberapa kali saya menerima kejutan dari sahabat fesbuk, mulai dari kue, sarung, sambel, telor, krupuk, tas, buku, tunik, jamu, sampai batik dan kripik. Ssst, tapi saya nggak berani lho ya menyebut nama beliau satu persatu. Takut kuwalat.
Hadiah lain? Selalu ada sahabat yang tiap komen membuat saya tertawa. Ada sahabat yang bahkan saat gelud pun, tetap menghibur. Saya yakin semua status dan komen panjenengan bisa bernilai shadaqah, berbagi kebaikan. Terima kasih ya.
Yang mengharukan, ketika wabah merebak dan kota Malang tertutup, saya sempat bingung bagaimana cara mengim masker dan bahan makanan untuk kedua anak kami. Mas Ardhi dan Mbak Wieny tiba-tiba mengirim sembako, frozen food, dan buah-buahan. Ada juga kiriman bakso, empal, sambel goreng sampai tahu walik dari Banyuwangi. Masker dan hand sanitizer dari Budhe dokter, dan kebutuahn lain diurus Mbak Farida. Yang parah, selama bulan puasa Dik Diah dan Dik Ust. Faris setiap hari mengirim makanan buka dan sahur untuk kedua anak saya, dikirim langsung dari Darul Faqih Wagir, padahal beliau ya sibuk karena punya santri dan harus mengajar di mana-mana.
Kemudian… harus bagaimana saya mengucapkan terima kasih pada panjenengan semua?
Saya bukan orang baik. Jadi ketika dipercaya menjadi wasilah kebaikan seperti ini, sungguh saya merasa istimewa. Saya bukan orang baik. Jadi saat anak-anak saya pun mendapat limpahan kebaikan dari panjenengan, saya bingung membalasnya. Maturnuwun sanget nggih. Hanya doa yang dapat saya lantunkan, semoga panjenengan semua selalu sehat dan berlimpah barakah.
Jadi, percayalah sahabat… masih banyak orang baik. Di dunia nyata maupun di dunia maya. Dan salah satu orang baik itu ialah panjenengan. Terima kasih ya🙏😊💖
.
.
“Kindness is a language which the deaf can hear and the blind can see”.
Kebaikan adalah bahasa yang bisa didengar si tuli dan bisa dilihat si buta.
-Plato –
– Bandar Lampung, 26 Mei 2020 –
*) 📷 Penulis di Philip Island, Victoria, 2017