Artikel

Mengapa Harus Mencium Tangan Orangtua dan Guru?

0

Oleh: Ust. Rudi Hantono, S.Pd.I
Bagi sebagian besar kaum muslimin, membungkukkan badan seraya mencium tangan ketika berjabat tangan (bahasa Arab: mushaafahah) dengan orang-orang mulia atau terhormat sudah menjadi suatu budaya. Bagi mereka, tradisi cium tangan itu merupakan wujud rasa kasih sayang dan penghormatan, misalnya dari orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua, dari anak ke orangtua, dan dari murid ke guru. Di kalangan anak-anak atau murid, tradisi ini lazim dilakukan rutin oleh mereka terhadap orangtua atau guru, baik di sekolah ataupun di rumah.
Di lingkungan pesantren, mencium tangan orang-orang yang dimuliakan dan dihormati seperti orangtua dan guru adalah tradisi yang lazim. Demikian halnya di lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum (YPP MU) Bengkak Wongsorejo Banyuwangi. Di semua lembaga pendidikan YPP MU, bahkan ada tradisi unik menyangkut tradisi ini. Ketika anak berangkat atau bahkan diantar sampai di sekolah, mereka selalu mencium tangan orangtua. Sementara itu, di sekolah, semua dewan guru berdiri di depan pintu gerbang menyambut para murid dengan penuh semangat; saat bemushafaahah, para murid mencium tangan guru. Kesemua itu sudah menjadi tradisi harian yang rutin dilakukan oleh murid terhadap guru di lingkungan YPP MU.
Simbol Penghormatan
Perbuatan mencium tangan orangtua dan guru adalah suatu simbol kesopanan dalam menghormati orangtua dan guru. Sudah selayaknya seorang anak diajarkan dan diharuskan hormat kepada mereka. Memang banyak cara mengajari anak untuk berprilaku sopan dan menghormati orangtua, tetapi kita juga tidak boleh meremehkan tradisi mencium tangan ini karena amat besar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Pada dasarnya, perbuatan mencium tangan orang yang lebih tua (orang tua) dianggap perbuatan baik yang sederhana, tetapi kadang terabaikan, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan dewasa. Umumnya, jika anak-anak bertemu dengan orangtua dan gurunya, dia hanya mengucapkan “assalamualaikum”, bahkan terkadang mereka tidak pernah mengucapkannya sama sekali. Begitu juga ketika berjumpa paman dan bibinya ataupun kedua orangtua teman, mereka hanya tersenyum sembari mengucapkan “selamat sore om/tante”. Perbuatan ini bagus, tetapi alangkah lebih bagus dan baik jika ucapan salam itu dilakukan dengan diikuti mencium tangan sebagai bentuk penghormatan kepada mereka.
Jadi, semakin majunya zaman dan perkembangan teknologi saat ini, boleh jadi berdampak pada memudarnya tradisi cium tangan ini sedikit demi sedikit. Secara tidak langsung, perkembangan zaman dan kemajuan teknologi sangatlah mempengaruhi pola kehidupan dan pergaulan seseorang. Dalam hal itu tidaklah mengejutkan jika tradisi cium tangan itu dengan sendirinya mulai ditinggalkan. Akan tetapi, selaku guru dan orangtua, tentu kita tidak berharap demikian.
Makna dan Manfaat
Apa makna dan manfaat yang tersirat di balik mencium tangan orangtua dan guru? Seberapa seringkah kita mencium tangan orangtua dan guru sebelum pergi beraktivitas? Jika sudah rutin, maka sangat dianjurkan agar rutinitas itu terus dibiasakan. Namun, jika masih jarang atau bahkan tidak pernah, segeralah memulai membiasakan perbuatan tersebut. Mengapa demikian?
Mencium tangan orangtua dan guru memang bukan sesuatu yang wajib, tetapi sunnah. Hanya di balik persoalan antara wajib dan sunnah itu tersimpan banyak manfaat yang besar. Perbuatan mencium tangan orangtua atau guru sejatinya menyiratkan ada hubungan yang tidak berjarak antara orangtua dan anak atau antara guru dan murid. Untuk itu, rasanya sangat tepat jika tindakan mencium tangan tersebut menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan. Semua itu hendaknya diniatkan hanya untuk menghormati dan menyayangi mereka, guru dan orangtua, yang telah banyak memberikan kebaikan tanpa pamrih. Bisakah kita membalas kebaikan mereka? Terkadang kita bisa saja memberikan jawaban “iya’, tetapi ketika akan melakukannya sebagai tanda hormat, kita lebih sering berpikir ulang karena alasan ini dan itu.
Memang, sering juga kita jumpai praktik mencium tangan saat berjabat tangan dengan niat duniawi. Itu termasuk satu dari beberapa sikap mencium tangan yang sebaiknya tidak dilakukan. Mencium tangan orang yang lebih tua bisa diibaratkan dengan kita yang memberi hormat dan segan terhadap yang bersangkutan. Namun, banyak pula yang terjadi di masyarakat, perbuatan mencium tangan dilakukan dengan niat untuk kepentingan duniawi semata.
Dalam hal itu, mencium tangan tidak lagi diniatkan sebagai bentuk penghormatan atau pemuliaan terhadap orang yang tangannya kita cium, tetapi lebih untuk kepentingan mengejar kekayaan atau kekuasaan yang dimiliki oleh orang yang kita salami tersebut. Misalnya, pejabat yang memiliki kekayaan serta kekuasaan di daerah tertentu; kita bisa saja merasa hormat dengan beliau, tetapi seraya berniat ingin mendapat jabatan tertentu darinya. Rasa hormat yang kita perlihatkan di mata pejabat tersebut dengan cara menjabat dan mencium tangannya kita sertai dengan harapan yang bersangkutan memberikan jabatan tertentu kepada kita. Ini tentu sangat tidak elok, bahkan dapat merusak makna sejati dari tradisi mencium tangan.
Oleh karena itu, dalam hal tradisi mencium tangan, soal niat menjadi hal yang patut kita renungkan. Niatkanlah semuanya semata-mata sebagai bentuk ibadah sekaligus wujud rasa hormat dan bukan untuk kepentingan duniawi, terlebih kepada orangtua karena berkah orangtua bergantung pada ketulusan kita sebagai anak dalam bertindak, termasuk dalam mencium tangan sebagai tanda hormat dan pemuliaan.
Melalui tradisi mencium tangan, secara simbolik, anak sesungguhnya sedang memohon ridlo orangtua atau guru dan orangtua yang menyayangi anaknya sudah pasti akan memberikan ridlo itu, demikian juga guru terhadap muridnya. Oleh karena itu, keberkahan dari orangtua dan guru akan senantiasa mengalir melalui tradisi mencium tangan dalam bentuk doa tulus-ikhlas bagi kebaikan dan kesuksesan anak atau murid. Dengan begitu, manfaat yang sangat besar akan dirasakan anak atau murid di saat ini ataupun di masa mendatang.
Lalu, bagaimana jika orangtua kita sudah tiada? Sebenarnya ada rasa kerugian yang teramat besar jika mereka telah tiada dan kita tidak membiasakan mencium tangan mereka. Saat orangtua telah tiada, sebenarnya kita dapat tetap menunjukkan penghormatan kepada mereka dengan cara melakukan tradisi itu, misalnya, kepada saudara dari orangtua yang kita sayangi. Niatkan semuanya hanya untuk menghormati dan menyayangi mereka. Percayalah bahwa Tuhan Maha Mengetahui segalanya apa yang ada dalam niat kita sebagai anak yang berbakti.
Menguatkan Karakter Anak
Lalu, bagaimana cara solutif terbaik agar tradisi mencium tangan guru dan orangtua ini tidak luntur dalam hati dan pikiran anak-anak agar ketika remaja, bahkan hingga dewasa tetap memelihara tradisi tersebut? Haruslah disadari bahwa sosok yang lebih berpengaruh untuk selalu kita hormarti dengan mencium tangan ialah orangtua dan guru. Kedua sosok ini memiliki peran yang sangat besar dalam membimbing dan mengarahkan setiap anak agar senantiasa memelihara tradisi tersebut.
Guru dan orangtua harus istiqomah mengajari dan memberi teladan pada anak untuk senantiasa mencium tangan setiap kali berjumpa dengan orangtua dan guru; hal tersebut dilakukan guru di sekolah, sedangkan orangtua di rumah (di luar sekolah). Dalam hal itu, orangtua dan guru harus benar-benar membimbing dan memperhatikan serta memberikan contoh (uswah) kepada anak-anak agar selalu membungkukkan badan serta mencium tangan ketika berjumpa dengan guru dan orangtua. Ini semua penting demi menguatkan karakter anak, khususnya dalam menunjukkan bakti dan penghormatan pada orangtua dan guru.[]
*) Penulis adalah Guru RA Khadijah 46 YPP Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi

Mewaspadai Bahaya Gawai pada Anak

Previous article

RAYAKAN TAHUN BARU 1439 H YPP MU Helat Pawai Obor dan Santunan Anak Yatim

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Artikel