Oleh: Ust. Rudi Hantono, S.Pd.I
Gawai (bahasa Inggris: gadget) adalah suatu perangkat elektronik berbasis teknologi yang memiliki fungsi khusus, yakni untuk mempermudah kehidupan manusia, terutama dalam berkomunikasi. Salah satu hal yang membedakan gawai dengan perangkat elektronik lainnya ialah unsur “kebaruan”. Artinya, dari hari ke hari gawai selalu muncul dengan menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup manusi menjadi lebih praktis.
Melalui penggunaan gawai yang berteknologi canggih, anak-anak dengan mudah dan cepat dapat memperoleh berbagai informasi yang terkait, misalnya, dengan tugas-tugas sekolah mereka. Dengan demikian, dari internet, mereka bisa menambah ilmu pengetahuan. Sebagai perangkat teknologi, gawai dapat menjadi media pembelajaran yang sangat efektif. Dengan adanya tampilan gambar yang bisa berjalan, efek suara atau nyanyian membuat media pembelajaran dengan memanfaatkan perangkat teknologi seperti gawai tentu sangat disukai oleh anak-anak. Pendek kata, kemajuan teknologi dalam rupa gawai dapat membantu daya kreativitas anak, tentu jika pemanfaatannya diimbangi interaksi memadai dengan lingkungan sekitar.
Dulu gawai hanya dipakai oleh kalangan elit sosial saja, tetapi sekarang gawai sudah lazim digunakan oleh semua kalangan, baik dari segi strata sosial maupun tingkatan umur. Bukan hanya untuk berkomunikasi dengan berbagai cara seperti video call, telephone, dan short message service (sms), gawai juga dapat digunakan untuk bermain game. Bahkan game apa saja bisa dimainkan di gawai. Terutama oleh sebab yang terakhir inilah anak-anak dan remaja, bahkan orang tua, dapat berlama-lama terpaku pada gawai.
Zaman dulu anak dan remaja hanya bermain permainan tradisional. Namun, setelah perkembangan zaman, kini permainan anak-anak bukan permainan tradisional lagi, melainkan bermain game di gawai. Tak kalah dengan perkembangan fitur komunikasinya, gawai juga selalu memperbaharui game yang ada di dalamnya. Tentu saja hal ini bisa membuat mereka tergiur dan kecanduan untuk memainkannya. Inilah yang sangat potensial membawa pengaruh buruk terhadap perkembangan anak dan remaja. Bagaimana tidak, mereka terlena dengan gawai mereka masing-masing sehingga mereka lupa untuk belajar, membantu orangtua, bahkan sampai tidak mau bersekolah. “Jangankan anak-anak, orang tua pun ada yang sangat menyukai gawai sampai disebut gawai freak,” tulis Akhmad Muzakky dalam ”Pengaruh penggunaan Gadget yang berlebihan terhadap perkembangan anak” (http://blog.ub.ac.id/akhmadmuzakky/2013/03/14/pengaruh-penggunaan-gadget-yang-berlebihan-terhadap-perkembangan-anak).
Kemajuan teknologi memang berpotensi membuat anak cepat puas dengan pengetahuan yang diperolehnya. Mereka menganggap apa yang didapatnya dari internet atau perangkat teknologi lain adalah pengetahuan yang terlengkap dan final, padahal pada faktanya ada begitu banyak hal yang harus tetap digali lewat proses pembelajaran tradisional, yakni langsung berinteraksi dengan guru. Internet jelas tidak bisa menggantikan peran guru. Kedalaman suatu pengetahuan mustahil diraih jika hanya berpuas diri mengandalkan pengetahuan dari internet belaka.
Kalau fenomena tersebut tidak diwaspadai, dapat dipastikan generasi mendatang bakal terjangkit penyakit cepat puas dan cenderung berpikir dangkal. Oleh karena kemajuan teknologi mempercepat dan mempermudah segalanya, anak-anak pun terkondisikan untuk tidak tahan dengan keterlambatan dan kesulitan. Hasilnya, anak makin hari makin lemah dalam hal kesabaran dan konsentrasi serta gampang menuntut orang lain untuk memberi yang diinginkannya dengan segera. Mereka akan terbiasa berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses.
Kecenderungan itu akan semakin parah jika relasi anak-anak dengan gawai sudah pada level ketergantungan. Ketergantungan inilah yang, menurut Eko Prasetyo (http://epzna.blogspot.com/2013/08/gadget.html), menjadi salah satu dampak negatif yang sangat berpengaruh besar pada perkembangan anak. Pengaruh gawai yang paling serius ialah radiasi; paparan radiasi dari gawai sangatlah berbahaya bagi perkembangan anak. Radiasi tersebut akan mengganggu perkembangan otak dan sistem imun anak. Selain itu, anak akan mengalami hal-hal seperti kecanduan akut, gangguan mental, dan juga gangguan tidur.
Saat sudah kecanduan gawai, anak-anak cenderung selalu terpaku dengan gawai mereka masing-masing. Setiap pagi, siang, dan malam, mereka selalu memainkan gawai. Ironisnya, gejala serupa tak hanya diidap anak-anak atau remaja, tetapi juga orang dewasa. Jika anak sudah kecanduan gawai, maka mereka akan “meninggalkan” dunia mereka. Mereka akan mengabaikan kehidupan sekitar mereka dan hanya fokus pada gawai di genggaman. Pada gilirannya, hal itu akan mengancam kebiasaan belajar anak, anak tidak mau belajar, dan lebih parahnya lagi, anak bakal enggan mendengarkan apa yang dikatakan oleh orangtua hingga berujung pada sikap membangkang. Menurut Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dr.Seto Mulyadi, M.Psi., kebiasaan atau kecanduan gawai akan merusak kemampuan berkonsentrasi anak. Memang mengasyikkan, tetapi akhirnya terbiasa begitu sehingga pada waktu seorang anak harus fokus terhadap suatu hal, misalnya pelajaran, ia akan akan mengalami kesulitan.
Di samping itu, jika anak sudah kecanduan gawai, pengaruh buruk terhadap fisik juga akan mereka alami. Karena anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain gawai, mereka bakal mengabaikan atau mengenyampingkan kebutuhan lain hanya untuk bermian gawai, seperti makan dan minum, juga olah raga. Gara-gara gawai, mereka lupa makan dan minum, padahal makanan adalah sumber nutrisi untuk menunjang pertumbuhan tubuh. Pertumbuhan mereka pun akan terganggu.
Selebihnya, kecanduan gawai juga akan membuat anak menjadi pribadi yang tertutup karena mereka sibuk dengan gawainya sendiri. Anak akan kurang berinteraksi dengan sesamanya. Mereka akan jarang berkomunikasi dengan teman, keluarga, dan masyarakat. Akibatnya, mereka tidak hanya menjadi pribadi yang tertutup, tetapi juga akan menjadi pribadi asosial yang kehilangan peduli dan empati pada sesama.
Selain berakibat kecanduan akut yang berefek negatif, ketergantungan pada gawai juga menimbulkan gangguan mental dan juga gangguan tidur pada diri anak. Ini logis karena ketergantungan pada gawai yang berujung kecanduan bisa menjadi salah satu pemicu penyakit mental. Anak-anak menjadi rentan depresi dan emosi tak stabil, di samping mengganggu performa fisik. Bukan hanya mengganggu mental, gawai juga mengakibatkan dampak negatif terhadap tidur anak. Bagaimana tidak, dengan kelewat asyik bergawai ria, mereka lupa istirahat atau kurang tidur. Hal ini sangat membahayakan bagi kesehatan anak, padahal dalam masa pertumbuhan, mereka sangat membutuhkan waktu istirahat yang cukup agar tumbuh kembang mereka sempurna.
Lalu, bagaimana cara solutif mencegah efek negatif gawai pada anak? Haruslah disadari bahwa sosok yang paling berpengaruh dalam mencegah dan mengatasi dampak negatif gawai ialah orangtua dan guru. Kedua sosok ini memiliki peran yang sangat besar dalam membimbing dan mencegah agar teknologi gawai tidak berdampak negatif terhadap anak; guru berperan di sekolah dan orangtua di rumah (di luar sekolah)
Oleh karena itu, orangtua dan guru harus benar-benar menyadari tahap perkembangan dan tingkat usia anak. Bagi orangtua, hendaknya tidak sembarangan memberi gawai pada anak karena hal itu sangat tidak baik. Selain itu, orangtua harus membatasi waktu penggunaan gawai pada anak; jangan biarkan anak bermain gawai seharian.
Selain itu, kasus kecanduan atau penyalahgunaan gawai oleh anak biasanya terjadi karena orangtua di rumah, dan juga guru di sekolah, tidak betul-betul mengontrol penggunaannya, terutama saat anak masih berusia dini. Akibatnya, sampai remaja pun, mereka menggunakan gawai dengan cara yang sama. Tentu akan susah mengubahnya karena kebiasaan ini sudah terbentuk dalam diri anak. Untuk itu, orangtua harus ketat menerapkan aturan kepada anak, tanpa harus bersikap keras yang justru dapat berisiko negatif pada anak, seperti berdampak stres.
Sejalan pertambahan usia, ketika anak masuk usia praremaja, orangtua harus semakin tegas dengan tidak memanjakan anak dalam penggunaan gawai. Orangtua bisa memberi kebebasan sesuai dengan tingkat usia dan tahap perkembangan anak. Tentu tidak bijak jika melarang anak untuk tidak bersentuhan dengan gawai sama sekali karena bagaimanapun mereka juga perlu gawai untuk fungsi komunikasi sosial mereka, tetapi tetap perlu dampingan orangtua. Jadi, kalau sebelumnya cuma seminggu sekali menggunakan gawai selama setengah jam dengan supervisi dari orang tua, misalnya, kini seiring pertambahan usia anak yang beranjak remaja dapat ditambah setiap Sabtu dan Minggu selama dua jam; mereka dibolehkan bermain game atau browsing mencari informasi, tetapi tetap dengan supervisi orangtua. Intinya, kalau orangtua sudah menerapkan kedisiplinan sejak dini, maka di usia praremaja, anak akan bisa menggunakan gawai secara bertanggung jawab dan terhindar dari kecanduan berlebihan yang berakibat negatif.[]
*) Penulis adalah Guru RA Khadijah 46
YPP Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi
Comments