Risalah Cinta Ning Evi Ghozaly

Menggerakkan Budaya Literasi

0

Penulis: Ning Evi Ghozaly

Anak pertama kami bisa baca tulis umur 2 tahun. Umur 5 tahun berhasil membaca buku tipis setiap hari, habis. Saya sempat ikut arisan beberapa paket buku, tiap datang langsung dia maraton. Sangat disiplin, bikin jadwal membaca dan mengaji dua kali sehari.

Khatam Al Quran pertama juga umur 5 tahun itu. Kelas 3 SD sudah minta buku berat dan tebal. Bahkan biografi Gus Dur yang ditulis Greg Barton juga dilahap. Gitu kalau ditanya apa kesimpulan isi buku ya bisa jawab. Kadang halaman berapa isinya apa, dia apal. Alhamdulillah.

Kalau ada yang nanya, ngajarinnya pake metode apa? Saya nggak bisa jawab pasti. Tapi selama mengandung pertama, saya memang ruwajin membaca, sebelumnya saya elus-elus perut sambil ngajak ayo membaca Nak. Mulai tabloit Nova dan majalah Gatra sampai Analisa-nya CSIS dan serial Markesot. Adanya itu, wong di pedalaman. Sering khatam Al Quran. Lha gimana. Wong memang nggak ada hiburan lain. Tak ade listrik, apalagi tipi. Nah…karena nggak punya mainan, sejak piyik kami pegangin dia buku dan kertas pena aja. Di dinding penuh tempelan angka, huruf, aksara arab, gambar dan nama hewan atau buah. Jadi mungkin karena itu ya dia suka membaca dan menulis sampai gedhe?

Baca cepatnya ngalahin saya. Hasil nulisnya juga bikin saya nyerah. Pas dia SMA sudah nulis buku, berbahasa Indonesia dan Inggris. Tapi sejak kerja, dia lebih suka nritili komik digital. Nggak papa asal tetep mau bantu emaknya buat materi pelatihan haha.

::

Anak kedua, dapat mengenal huruf dan angka kelas satu SD, akhir. Baru mengenal saja. Pake media mobil-mobilan kecintaan yang ditempeli angka dan huruf kanan kiri atas.

“Nak, tolong ambilkan mobil A dan B ya. Boleh Umi pinjam sedan nomer 3 dan 5, Nak?”

Dia bisa membaca dan menulis lancar kelas 2 SD. Menjelang kelas 3 baru iqro jilid 2 halaman 6. Kalau menulis angka kebolak balik, membaca kata dengan konsonan rangkap sering selip. Sta-tus, pra-sangka, akan sulit tereja.

Apakah saya sedih? Tentu. Saya kecewa? Pasti. Tapi lebih ke introspeksi ya, bukan membandingkan dengan kakaknya. Apa yang belum saya lakukan? Apa yang harus saya ikhtiarkan?

Lama saya mencari sebabnya. Mungkin pas anak kedua lahir, sudah punya tipi tabung kali ya. Tiap pagi dengerin Sulis nyanyi ya toyyibah dari sidi bajakan harga tiga ribuan. Siang dikit liat Tinky, Winky, Dipsy, Lala dan Poo berpelukan di bukit Teletubbies. Jarang pegang buku dan kertas?

Beberapa waktu kemudian, terdeteksi ada hambatan tumbuh kembang. Semacam diskalkulia ringan. Hal lain, konsentrasinya sangat pendek jika pada situasi yang membuatnya tidak nyaman. Sering nyampe sekolah tiba-tiba mengeluh perutnya sakit, pusing atau tantrum guling-guling.

Dia enjoy konsentrasi jika tidak dengan duduk diam. Kecerdasan kinestetiknya tinggi, jadi dia lebih bahagia belajar sambil banyak bergerak. Dan ada beberapa poin lain. Termasuk trauma satu dua kejadian.

Saya makjegagik. Bangkit. Membaca banyak buku. Mengikuti berbagai pelatihan. Kursus pendampingan ini itu, belajar menjadi terapis kelas dasar kemana dan kemana. Semua untuk anak kedua tercinta ini. Beruntung pihak sekolah sangat mendengar masukan wali murid. Setiap saya datang untuk diskusi dan konsultasi, selalu diterima dengan baik. Ketika ibu temannya ada yang menjuluki anak bungsu kami si paling pecicilan dan telatan, justru kepala sekolah mendukung guru kelasnya memberi kesempatan luas untuk dia sinau dengan gaya belajarnya yang unik. Target kompetensi dasar disesuaikan, pencapaian KKM bisa diperpanjang.

-Saya ucapkan ribuan terima kasih pada Pak Zulkarnain Hasan Kertamuda dan semua guru Permata Bunda-

Kelas 1 SMP minat bacanya baru tumbuh. Itupun hanya mau membaca komik Doraemon atau Conan. Buat kami ini sudah kereeen, Nak. Karena membaca tulisan di buku dalam satu dua lembar saja, dia akan pusing. Alhamdulillah visualnya bagus, jadi lebih suka dan optimal menangkap pesan lewat gambar atau warna. Sambil bermain kami bergantian menanyakan apa yang dia baca. Membujuknya agar mau bercerita meski terbata. Pelan-pelan, tapi rutin. Buat bapak ibu yang sedang berjuang seperti ini, semangat ya ❤️

Selanjutnya kami menyediakan kartu kendali. Lembaran kertas warna warni dengan gambar kartun tiap pojok. Ada beberapa kolom yang dia isi setelah membaca buku. Judul, pengarang, berapa halaman, selesai dalam berapa jam/hari dan kesimpulan yang dia pahami. Usai baca Al Quran juga begitu, ditulis. Satu dua kalimat tak apa. Rutin ke Gramedia tiap pekan, langganan komik sains Why. Berkala kami mengadakan lomba membaca dan menulis sekeluarga. Termasuk lomba khataman quran. Bisa ditebak donk juaranya, yap selalu anak mbarep. Maka kadang semua ngalah agar adiknya jadi nomer satu😅

Alhamdulillah. Mungguh kami, makin hari percaya diri sang bungsu makin bertambah. Cara komunikasinya makin mantab. Bahasa tulisnya runut dan indah. Sampai lulus, dua kali dia juara menulis puisi dan tiga kali tampil untuk pidato di forum resmi, termasuk saat perpisahan sekolah. Alhamdulillah. Alhamdulillah.

::

Jadi Gaes, tibaknya kemampuan literasi harus diupayakan terus nggih. Harus diikhtiarkan. Dengan contoh, dengan berbagai cara yang menyenangkan. Hasilnya bisa cepet, bisa nanti. Sobar aja.

Woke, ini nih besok Selasa 24 Januari 2023. Saya mendongeng dan belajar bersama 242 kepala sekolah. Tentang literasi. Bismillah. Mohon doa ya.

Safari Religi: YPP MU Ajak Para Santri Kunjungi Makam Wali Lima

Previous article

JANGAN SAMPAI KEBAIKAN MENJADI MASALAH

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.