Artikel

MENGHARGAI FITRAH Cara Baru Melejitkan Potensi dan Kecerdasan Anak*)

2

Oleh: Ustdh. Ismiyati, S.HI**)

Setiap anak memiliki bakat, minat, dan potensi intelegensia masing-masing. Mereka dianugerahi “fitrah” berbeda. Oleh karena itu, mendidik mereka tentu tidak boleh diseragamkan dalam cara maupun substansi, melainkan harus disesuaikan dengan “fitrah” mereka yang berbeda dalam bakat, minat, dan potensi intelegensia.

Banyak orangtua yang pada dasarnya tidak menjadi orangtua yang sebenarnya. Mereka memang merawat anak, memberi makan dan minum, mengenakan merea baju, tetapi tidak memberikan pendidikan kepada anaknya. Jika hanya sekedar merawat dan memberi makan, lalu apa bedanya dengan hewan?

Para orangtua harusnya tahu, meskipun anak-anak bersekolah dan berinteraksi dengan lingkungan, sesungguhnya mereka lebih banyak menghabiskan waktu hampir 85% di lingkungan keluarga. Dengan demikian, karakter anak sejatinya lebih banyak dibentuk oleh lingkungan keluarga. Terkait itu, tidak sedikit orangtua yang “gagal” dalam mendidik karena tidak merangsang potensi dan kecerdasan anak sesuai dengan bakat dan fitrah mereka.

Sebagai orangtua, kita dalam mendidik dituntut untuk mampu memunculkan potensi serta kecerdasan anak. Menurut Munif Chatib, dalam bukunya berjudul “Orangtuanya Manusia,” menghargai “fitrah” setiap anak yang berbeda satu sama lain sangatlah berperan penting dalam mendidik anak guna melejitkan potensi dan kecerdasan mereka. Oleh sebab itu, dalam mendidik anak, para orangtua dan juga guru harus bisa menghargai fitrah setiap anak dengan menyadari bahwa setiap anak mempunyai bakat dan minat yang berbeda; tentunya perbedaan fitrah itu adalah karunia Allah swt.

Dalam konteks itu, mengutip Munif Chatib, terdapat setidaknya sepuluh cara untuk membantu keberhasilan pendidikan anak. Pertama, orangtua harus paham tentang sosok anak yg sejati, setiap anak dilahirkan dengan bekal fitrah ilahiyah yang suci; orangtualah yang berperan menentukan “warna” anak. Kedua, jangan takut menjadi orangtua. Menjadi orangtua tidak hanya  takdir, tetapi juga kesempatan untuk membuktikan peranan kita selaku khalifah Allah di muka bumi. Ketiga, orangtua harus menyadari bahwa setiap anak adalah bintang. Setiap anak, bagaimanapun kondisinya, adalah karya masterpiece Allah SWT karena Dia tidak pernah membuat produk gagal; karena itu, orangtua dituntut untuk memahami kemampuan dan potensi anak.

Selanjutnya, keempat, setiap anak memiliki kemampuan seluas samudera. Para orangtuan hendaknya tidak menilai anak hanya dari sisi kemampuan kognitif saja, sementara kemampuan afektif dan psikomotorik yang luas malah diabaikan. Kelima, setiap anak mempunyai harta karun berupa multiple intellegences; yakinlah bahwa setiap anak punya kecerdasan yang beda-beda, misalnya kecerdasan linguistik, matematis-logis, visual-spasial, musikal, kinestesis, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan kecerdasan eksistensial. Keenam, orangtua harus menjadi penyelam guna menemukan kemampuan anak (discovering ability); biasakanlah memberikan apresiasi bermakna pada anak, misalnya memberikan pujian, hadiah, dan juga mendoakan sang anak.

Ketujuh, menemukan bakat anak. Hal ini dilakukan dengan cara memperhatikan rasa ingin tahu mereka; jika dilakukan sesekali berarti anak tidak suka dan kemungkinan besar itu bukan bakatnya, tetapi jika rasa ingin tahu itu diwujudkan dalam tindakan berulang-ulang berarti ia suka dan kemungkinan itu merupakan bakatnya. Kedelapan, dalam menyekolahkan anak hendaknya orangtua tidak memilih “sekolahnya robot”, melainkan “sekolahnya manusia”. Hanya “sekolahnya manusia” yang akan meluluskan sumber daya manusia yang tidak sekedar cerdas, tetapi juga punya kepedulian kepada lingkungan sehingga menjadikan anak sebagai insan kamil (manusia sempurna).

Kemudian, kesembilan, orangtua harus menghadirkan dirinya sebagai guru terbaik bagi anak. Orangtua harus mengajak anak lebih banyak berkomunikasi tentang segala macam masalah. Di rumah, waktu anak jangan dipenuhi dengan mempelajari materi pelajaran yang sudah dipelajari di sekolah; biarkan anak berkreasi sesuai dengan bakat dan minatnya di rumah. Terakhir, kesepuluh, orangtua harus memberikan pendidikan melek media dan pornografi. Selalu ada sisi positif dan negatif dari perkembangan teknologi informasi. Jika orangtua tidak peduli akan hal ini, sisi negatif darinya seperti pornografi akan menghancukan fitrah anak kita sendiri.

Akhirnya, dapatlah disimpulkan bahwa orangtua dalam mendidik anak harus paham sekaligus menyesuaikan dengan kecerdasan, bakat, dan minat masing-masing anak yang mempunyai perbedaan satu sama lain. Intinya, dalam mendidik anak, orangtua jangan hanya memberi makan dan minum saja, tetapi juga harus mampu memberikan pendidikan komprehensif dengan tujuan akhir menjadikan anak sebagai manusia sempurna (insan kamil).

*) Tulisan ini hasil refleksi lanjut atas buku karya Munif Chatib berjudul “Orangtuanya Manusia”. Dipresentasikan dalam forum Rapat Gabungan Guru YPP Miftahul Ulum, 9 April 2018.

**) Penulis adalah Guru Tetap MTs Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi

BERSYUKUR ITU BUKAN KONVOI, APALAGI MAKING LOVE

Previous article

WALI SANTRI, ALUMNI, SIMPATISAN, DAN SANTRI BANJIRI HAFLATUL IMTIHAN DI YPP MU

Next article

You may also like

2 Comments

  1. Semangat tim website

    1. Mohon dukungannya

Comments are closed.

More in Artikel