Artikel

MENJADI ORANGTUA PENUH CINTA

0

Penulis: Nyai Hj. Nur Mahmudah, M.Pd.I*

Setiap orangtua atau pendidik ingin anak didiknya sukses dan menjadi yang terbaik. Akan tetapi, besarnya impian itu sering tidak berbanding lurus dengan cara mewujudkannya. Orangtua dan pendidik sering memaksa anak untuk mengikuti kehendak mereka sehingga berakibat mengenyampingkan keinginan dan potensi dari anak. Seharusnya orangtua dan pendidik hanya mengarahkan anak kepada jalan untuk sukses.

Anak dilahirkan seperti kertas kosong yang siap untuk ditulis dan digambar. Pola asuh dan pola didik sangat berperan penting terhadap pertumbuhan seorang anak. Orangtua yang acuh terhadap tumbuh kembang anak membuat anak cenderung jauh dari orangtua. Orangtua basanya baru sadar dengan pola asuhnya yang salah ketika anak sudah melakukan hal-hal yang melanggar aturan.

Anak yang sudah beranjak remaja mulai memiliki masalah yang kompleks, seperti pelajaran yang tambah sulit, lingkungan pertemanan yang semakin banyak, dan keinginan fisiknya terhadap lawan jenis semakin meningkat. Orangtua harus tanggap dan menjadi orang terdekat untuk tempat curhat bagi anak yang mulai beranjak remaja. Orangtua harus memainkan peran sebagai pengarah agar anak tidak keluar dari norma-norma agama dan menegur jika anak melakukan kesalahan.

Pada era digital seperti sekarang, gawai dan peralatan elektronik lainnya sering menjadi pilihan alternatif orangtua untuk menenangkan anak yang rewel atau untuk membujuk anak remaja agar rajin sekolah dengan membelikannya gawai. Orangtua tidak sadar perilaku tersebut akan membuat anak kecanduan gawai. Ketika sudah kecanduan, anak akan lebih sering berhadap pandang dengan layar gawainya sehingga mengurangi interaksinya dengan lingkungan sekitar. Hal tersebut tentu akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak.

Anak yang lahir di awal tahun 1990-an adalah generasi digital. Mereka lahir saat perkembangan internet dan teknologi begitu pesatnya masuk ke seluruh penjuru dunia. Orangtua memiliki tantangan yang sangat berat untuk mendidik anak dengan hadirnya internet karena menjelajah di dunia maya perlu kreativitas yang berbeda dengan di dunia nyata. Di dunia maya, gampang sekali ditemukan konten porno, cyberbullying, hate speech, provokasi, hoax, dan konten negatif lainnya. Di sini peran orangtua sangat dibutuhkan. Meskipun orangtua tidak bisa menjaga anak dari gawai selama 24 jam penuh, minimal orangtua harus tahu dan paham dampak negatif dari internet.

Selain itu, orangtua harus tahu dan mengenal aplikasi percakapan online dan aplikasi lain yang berisi konten video, seperti youtube dan lain-lain atau aplikasi yang sering dibuka oleh anak. Membatasi anak untuk tidak punya media sosial sendiri sebelum berumur 13 tahun akan membuat anak lebih dekat dengan keluarga daripada dengan teman dunia mayanya.

Oleh sebab itu, menjadi orangtua dan pendidik yang baik adalah hal pertama yang harus dilakukan untuk mengarahkan anak meraih kesuksesan. Orangtua dan pendidik harus berinovasi untuk menciptakan anak atau siswa yang seimbang dalam ranah intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ). Anak-anak bukan robot, mereka harus diperlakukan sebagai subjek manusia. Tugas orangtua dan guru hanya mengarahkan mereka sesuai dengan minat dan bakat mereka.

Orangtua dan pendidik harus menjadi humanis di depan anak dan menjadi pribadi yang menyenangkan, bukan mejadi sosok monster yang menyeramkan. Sisi humanis manusia yang menjadi pembeda antara manusia dan robot ialah perasaan sayang, cinta, simpati dan empati, kesabaran, dan kejujuran serta masih banyak yang lainnya. Melihat anak dan siswa sebagai manusia maka selayaknya kita memperlakukan mereka dengan cinta. Jangan melihat anak sebagai sosok robot yang hanya disuruh menerima perintah. Biarkan anak mencari jalan untuk belajar dan sukses. Kita selaku orangtua dan pendidik hanya sebagai pengarah. Artikan kata “mengajar” sebagai bagaimana membuat anak belajar, bukan “mengajar” hanya sebagai memberi tahu.

Evi Ghozaly dalam bukunya, Mendidik dengan Cinta, menegaskan pentingnya Tri Pusat Pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, yakni lingkungan, sekolah, dan keluarga. Menurutnya, ketiga tempat tersebut harus memenuhi kebutuhan anak dan siswa. Ketiganya saling terikat erat, tidak bisa dipisahkan. Keberhasilan pendidikan anak tidak hanya ditentukan oleh sekolah, tetapi lingkungan masyarakat dan keluarga juga berpengaruh sebagai sumber ilmu. Lebih-lebih orangtua dan keluarga yang memiliki peranan sangat penting sebagai gerbang awal anak mencari jalan menuju kesuksesan yang dinginkan. Kualitas spiritual orangtua sangat berpengaruh kepada anak, untuk membantu anak menjadi pribadi yang sukses dan bermanfaat bagi lingkungannya.

Untuk itu, kita sebagai orangtua dan pendidik harus benar-benar mendidik yang didasari dengan cinta, agar kesuksesan dan masa depan anak semakin terarah. Cinta orangtua pada anaknya, cinta guru pada muridnya akan menembus jauh ke dalam lubuk hati, dan mengetuk pintu langit untuk turunnya rahmat Allah SWT kepada anak-anak yang kita cintai.*) Penulis adalah Kabag Asrama Banat YPP Miftahul Ulum; Guru Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Ulum; Mahasiswa Pascasarjana IAIN Jember.

GERAKAN SEJUTA HAFIDZUL QUR’AN Masjid Nurul Ulum Banjir Orang

Previous article

Pahami Kurban Sebelum Berkurban

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Artikel