MENJADI SANTRI PENGUSAHA
3 mins read

MENJADI SANTRI PENGUSAHA

Penulis: Ning Evi Ghozaly

Dulu, kalau mendengar kata ‘kafe’, bayangan saya ya pasti tempat kumpul muda mudi. Ngobrol lama tentang apa saja, cangkruk, ada yang merokok sambil mendengarkan musik sampai malam. Duh saya ndesit ya.

Efbi membawa saya memiliki banyak teman baru. Saya jadi makin sering belajar, dan tentu saja wawasan agak luas. Agak ya, nggak cupet lagi gitu.

Salah satu sahabat yang ketemu lewat medsos ini, ada Mas Edi AH Iyubenu. Saya memanggilnya Yai Edi Mulyono. Santri asal pulau Madura yang kemudian menjadi pengusaha kafe. Kafe BasaBasi dengan banyak cabang, rata-rata didirikan dekat kampus di Jogja. Saya pernah ke Kafe BasaBasi pertama, dua kali. Selalu penuh dengan mahasiswa. Ya jelas, wong harga makanan murah dan wifi gratis tis. Bisa sambil mengerjakan tugas, mesbuk, nginstagram atau nguplek yutub sak kemenge.

Yang menarik, di BasaBasi selalu ada kegiatan yang biasanya justru diselenggarakan di kampus. Bedah buku, kajian ilmiah, diskusi, hingga pembacaan puisi. Acara rutin? Ada yasinan, ada burdah dan juga pengajian kitab ala santri yang dikemas sesuai selera kaum millenial. Kadang juga menghadirkan para kyai dan tokoh lho.

“Saat saya menjadi mahasiswa, sulit bertemu tokoh idola. Kalaupun bisa, harus ikut acara berbayar. Maka saya ingin menghadirkan beliau-beliau di kafe saya, agar menjadi inspirasi semua yang hadir. Dekat, tanpa jarak”, ngendikan Yai Edi.

Iya. Saya ke Kafe BasaBasi setelah sowan Buya Syafii Maarif, sebelum ke ndalem Gus Mus. Bersama dokter SasQa, dokter Liliek Murtiningsih, Dik Marlis dan Mas Fiki, disambut dan disambit dokter Alim, Mas Iqbal Aji Daryono, Yai Edi, Mbah Nyut dan Pak Mprof. Gayeng. Sowan saya kedua, kebetulan pas ada acara kereeen menghadirkan Yai M Faizi, Prof. Abdul Gaffar Karim, Mas Muhammad Gunawan, Ust Hairus Salim, Uda Alfi Limbak Malintang Sati, dan tentu ada Mas Iqbal, dokter Alim, Mbah Nyut, Syech Anwar.

Jadi betul, Gaes. Kalau mau ketemu idola, ke BasaBasi aja. Eh sekarang ada saingan BasaBasi ding, namanya Kafe MainMain. Pemiliknya sama, Yai Edi juga haha. Ncen amboi kok. Nggak nemu saingan, diciptakanlah saingan sendiri πŸ˜…

Satu lagi, para karyawan yang rata-rata mahasiswa itu dibebaskan makan dan minum di kafe meski sedang tidak bertugas. Bisa tinggal di mess gratis. Bagi yang hafal surah Waqiah disediakan hadiah haha. Jian top dah.

::

Jauh sebelum itu, Yai Edi dikenal sebagai penulis. Sampai saat ini, sudah 50 buku lebih yang beliau tulis. Dan untuk mendukung hobi menulis itu, Yai Edi mendirikan usaha penerbitan dengan nama Diva Press. Asyik ya, suka apa, langsung diwujudkan. Pengin apa, langsung buat usaha apa. Wong sugih bebas πŸ˜€

Sudah sangat banyak karya berkualitas tinggi dari para tokoh yang diterbitkan di Diva ini. Harga pertama yang dilempar pun luar biasa. Kita mengenalnya dengan PO Nyah Nyoh.

“Monggo disertasi panjenengan, Ning Evi. Saya tunggu”, ngendikan beliau ini sengaja saya tulis, biar saya inget ndang mulai nggarap buku lagi πŸ˜…πŸ™Š

::

Eits. Tentu, Yai Edi nggak tiba-tiba menjadi begini. Perjalanan yang ditempuh cukup panjang, pernah ngrasain ngontrak rumah juga lho. Masalah yang dihadapi juga macem-macem.

Maka untuk para sahabat santri, jangan pernah ragu memulai usaha ya. Wujudkan semua mimpi dengan niat baik dan tekad yang kuat. Apapun bentuk usaha kita, insya Allah bisa jalan kok dengan tetap mempertahankan tradisi pesantren dan nilai-nilai yang kita pegang sejak dini.

So, ikuti cerita Mas Edi nanti sore ya, Gaes. Di Kiswah Interaktif TV9, pkl 16.30. Yang belum bisa nangkep siaran dari studio, bisa lewat streaming youtube ya.

Bismillah, semoga bermanfaat πŸ™πŸ˜ŠπŸ™

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *