PARENTING DI MASA PANDEMI
4 mins read

PARENTING DI MASA PANDEMI

Penulis: Evi Ghozaly

“Orangtua adalah contoh terbaik bagi anak bagaimana bertahan di masa sulit”.

  • Prof. KH. Tholhah Hasan –

Saya meletakkan ngendikan Yai Tholhah ini di sampul (calon) buku saya yang berjudul Hati Yang Terbelah. Buku berisi kisah nyata ketika saya mendampingi anak-anak hebat dan para ibu luar biasa dalam menyelesaikan masalah besar dalam hidupnya. Buku yang entah kapan terbit 😅🙈

Kalimat ini saya dengar sekian tahun lampau, dan ternyata masih relevan hingga sekarang. Bahkan saat wabah pandemi melanda, kalimat ini terasa sangat bermakna.

::

Siapa yang menyangka akan ada wabah pandemi lantaran virus covid-19 ini? Nggak ada. Pun tak ada yang menyangka wabah pandemi ini berlangsung sekian lama, bahkan tidak jelas kapan berakhir. Semua orang dan semua jenis usaha terdampak. Langsung atau tidak langsung.

Kondisi ini kemudian memicu berbagai masalah, hingga mengakibatkan banyak orang stress. Termasuk kita, para orang tua. Jujur, pada bulan pertama, saya juga sangat sedih. Situasi di Bandar Lampung sangat mencekam. Kedua anak kami di Malang. Penerbangan tutup, jalan darat tidak memungkinkan karena berbagai sebab.

Toko dan warung terdekat tak buka, membuat kedua anak kami harus belanja jauh tiap dua hari sekali. Ditambah drama rebutan menghindar dari piket masak, menyapu dan mengepel, membuat anak-anak akhirnya berantem beneran. Seingat saya, mereka hanya berantem dua kali. Semuanya terjadi setelah kami tidak serumah. Dan yang terakhir ini, berantem sangat hebat, hingga tak saling bicara sekian lama.

::

Maka saya bisa membayangkan betapa resah, gelisah dan bingung orang tua yang anak-anaknya masih usia sekolah. Terutama yang masih di bangku Sekolah Dasar. Tiba-tiba seharian anak berada di rumah, 24 jam. Dengan segala tingkah dan keunikannya. Tiba-tiba orang tua harus menjadi guru, untuk semua mata pelajaran. Padahal pekerjaan di luar juga menuntut waktu. Biaya makan dan quota meningkat. Tertekan, bosan. Kebutuhan lain antri untuk dipikir dan dipenuhi.

Berita pilu tayang bertubi, menambah miris di hati. Seorang ayah dikabarkan mencuri hape agar anaknya bisa mengikuti pembelajaran daring Seorang ibu marah karena anak tak bisa mengikuti pembelajaran online dengan baik. Sang ibu gelap mata, menghajar anak hingga meninggal seketika.

Kemudian kita saling menyalahkan. Pemerintah yang lambat dan tak peduli rakyat. Sekolah yang tidak peka. Lingkungan yang entah. Hingga protes pada takdir.

Bagaimana menghadapi situasi sulit ini?

::

Seperti ketika kita berada dalam pesawat dan tiba-tiba ada pengumuman telah terjadi sesuatu, maka sebelum kita menyelamatkan orang lain, pastikan diri kita aman ya. Sebab kemampuan anak dalam mengatasi stress selama belajar di rumah, tergantung pada kondisi emosional orang tua.

Maka sebelum kita menenangkan anak, kita harus tenang terlebih dahulu. Sebelum kita mendampingi anak menghadapi segala masalah di masa sulit ini, seharusnya kita telah menata hati. Menyiapkan mental dan menyusun strategi.

  1. Hindari toxic parenting.

Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan dengan istilah toxic ini ya, untuk mempermudah indentifikasi aja kok. Sebisa mungkin, kita tidak melakukan bullying pada anak. Tidak berkata kasar dan mengucap kalimat negatif. Apalagi sampai membandingkan anak kita dengan yang lain, mengancam atau mencari kambing hitam. Segala hal tak baik yang bisa menjadi ‘racun’ dalam pengasuhan, yuk kita hindari ya.

  1. Menjaga komunikasi dan hubungan baik.

Kenali diri kita, pahami perubahan emosi kita dan kelola dengan baik. Dalam beberapa hal, turunkan standar dan target kita. Bagaimanapun, belajar daring tak akan bisa menggantikan pembelajaran tatap muka.

Untuk tetap bergembira pada saat seperti ini, memang tak mudah. Tapi harus terus diikhtiarkan ya.

Tetap terbuka, menumbuhkan empati, dan menjadikan anak sebagai sahabat. Menjaga hubungan tetap baik, merawat komunikasi yang membaikkan.

  1. Mengisi waktu dengan melakukan hal menyenangkan bersama-sama

Saat anak bosan, pelampiasannya bisa beragam. Maka siapkan banyak kegiatan yang menyenangkan ya.

Bisa melibatkan anak saat memasak, memotong sayuran, mengupas bawang. Mengajak anak menanam bunga, membersihkan kamar atau melipat baju.

Tentu, sambil terus memantik anak agar bercerita tentang apa saja. Dan kita, terus belajar menjadi pendengar yang baik.

  1. Melanggengkan doa

Segala hal yang terjadi, ada dalam genggaman yang Maha Kuasa. Apa yang kita hadapi, apa yang kita rasa, semua dalam kehendak-Nya.

Maka jangan pernah berhenti berdoa ya. Memohon agar kita kuat mendidik anak dengan segala dramanya. Memohon agar kita mampu menjalani setiap detik dan hari, dalam lapang dan sempit. Dalam sedih dan riang.

Sebab bagaimanapun, anak kita tetaplah anak kita. Mengupayakan kebahagiaannya, di masa apapun, akan menjadi sumber kebahagiaan kita. Insya Allah.

  • Bandar Lampung, 16 Oktober 2020 –

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *