
Putus Asa? Ya Sudah, Matilah!
Penulis: Ustd. Nur Hidayati, M.Pd
Ada sesembak curhat, dia bilang hidupnya bagai jatuh tertimpa tangga. Rezeki tidak lancar sehingga emosi antara dia dan suami seringkali tidak terkendali. Akibatnya kini anak sulungnya mulai memberontak dan sering mencaci maki. “Mati bagiku pasti lebih mudah dibanding hidup layaknya neraka begini,” ungkapnya putus asa.
Ya, nyatanya sungguh banyak kasus bunuh diri yang terjadi baik di kota maupun desa, tidak peduli tua atau pun muda. Rasa putus asa dalam memandang kehidupan yang seakan gelap dan buntu selalu menjadi pemicu utama. Pelaku bunuh diri lupa bahwa nyawa yang bersarang dalam tubuhnya merupakan anugerah dari Dzat Yang Maha Kuasa.
Bukankah Allah ciptakan makhluk beserta garis takdirnya? Rasanya tidak adil jika segelintir manusia selalu bertemu ujian terus-menerus tanpa pernah mendapat nikmat yang indah. Benar, ‘kan?
Kendati demikian, tetaplah percaya dan yakin bahwasanya Allah Maha Adil. Rahmat dan kasih sayangNya begitu besar. Jika bukan hari ini mungkin besok, jika tidak besok bisa jadi lusa, ujian-ujian itu akan berlalu yang tersisa hanyalah anugerah kenikmatan.
Jika lusa tetap tidak ada? Coba kembali tengok ke belakang mungkin saja sudah banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi gagal dipahami. Allah sudah berfirman, inna ma’al ‘usri yusra bersama kesulitan selalu ada kemudahan. So, tidak mungkin jika ada hambaNya yang selalu bertemu kesulitan saja tanpa disertai dengan kemudahan-kemudahan yang telah Allah siapkan. Hanya saja terkadang sebagai hamba banyak yang gagal memahami kemudahan yang Allah berikan tersebab hanya berfokus pada titik kesulitannya.
Selain itu, ada kalanya kemudahan yang menjadi jalan keluar dari segala kerisauan masih terhalang disebabkan hati yang jauh dariNya. Allah Maha Kuasa dan Mengetahui, tetapi Allah juga suka pada hambaNya yang merintih dalam berdoa. Allah Maha Berkendak, Ia lebih tahu apa yang dibutuhkan oleh hambaNya dibanding hanya sekadar keinginan belaka.
Dengan demikian, janganlah putus asa apalagi sampai menganggap hidup sia-sia. Kematian biarlah jadi urusanNya, sebagai hamba jangan campur tangan. Cukuplah yakin dan jadikan Allah satu-satunya lentera di saat hidup sedang gelap gulita. Jadikan Allah satu-satunya muara ketika bertemu jalan buntu tanpa arah.
Dibanding keputusan untuk mengakhiri hidup, bukankah lebih baik menambah bekal agar setelah kematian masih banyak jariyah amal yang terus berpahala. Perbanyak istighfar dan shalawat agar kelak mendapat rahmat Allah dan syafaat Nabi. Kedua hal ini juga merupakan kunci untuk membuka pintu jalan keluar segala permasalahan di dunia ini. Sekali lagi, jangan putus asa karena semua tidak ada yang sia-sia selagi percaya dan beriman padaNya.
“Aku sudah lelah. Ratusan ribu istighfar dan shalawat tidak menghasilkan apa-apa.” Ya sudah, matilah! Hanya hati seorang hamba yang telah mati tidak dapat merasakan faedah besar dari keagungan istighfar dan shalawat.
Allahumma, ya Allah … selamatkan kami dari hati yang ingkar terhadap keagunganMu. Kami memohon petunjuk, ketaqwaan, kesehatan dhohir dan bathin, serta kekayaan hati. Aamiin.