TETAP BERPRILAKU SANTRI SAAT LIBURAN
3 mins read

TETAP BERPRILAKU SANTRI SAAT LIBURAN

Penulis: Ust. Abdul Wafi*

Masa libur mondok, waktunya bagi santri rehat sejenak pulang ke rumah. Meninggalkan pesantren tercinta berarti pula meninggalkan kegiatan di dalamnya. Tak ada lagi woro-woro peringatan untuk mengaji, sorogan, dan musyawarah seperti biasanya. Di rumah, hanya kesadaran diri sendiri dalam bersikap dan berprilaku.

Dewasa ini banyak santri yang salah paham. Pulang berarti bebas, bebas dari peraturan pesantren yang ketat setiap harinya. Nah, di usia segitu tentunya banyak santri yang entah dengan atau tanpa sengaja melanggar peraturan yang terdapat di pesantren tempat ia “mondok”. Contohnya, main gadget, pacaran, pulang tanpa izin, dan lain-lain. Ada juga santri yang terkadang tidak mencerminkan kehidupan pesantren yang sebenarnya, padahal santri dituntut harus tetap bisa menjaga akhlaq di manapun, kapanpun, dan dalam keadaan bagaimanapun.

Oleh karena itu, mereka diberikan waktu libur panjang agar bisa dimanfaatkan untuk menjalankan ibadah sebanyak-banyaknya, untuk menjadi pelayan masyarakat mengamalkan ilmu yang telah mereka dapat selama di pesantren serta tidak menghilangkan kegiatan yang sudah melekat selama di pondok dan menjalankan semua dawuh-dawuh atau pesan-pesan Pengasuh (kiai) selama liburan.

Pesantren adalah tempat santri dididik dan dibimbing. Banyak bentuk pendidikan di dalamnya berbentuk tarbiyah dan ‘amaliyah (pendidikan dengan berbasis pembiasaan). Adapun ketika para santri pulang ke rumah untuk liburan, itulah sebenarnya saat-saat mereka diuji apakah proses pembiasaan yang dilakukan di pesantren selama ini berhasil atau tidak. Ketika ada perubahan ke  arah yang lebih baik antara sebelum dan sesudah masuk ke pesantren, berarti mereka lulus ujian dan jika tidak, berarti tidak lulus. Itulah sesungguhnya buah dari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang mendorong kita untuk melakukan amal sholeh; jika tidak maka ilmu itu tidak ada nilainya.

Kepulangan saat liburan menjadi barometer bagi santri, menjadi tolok ukur bagaimana  bisa menyerap pelajaran yang ada di pesantren. Mereka harus bisa menjaga akhlak dan sikap walau tidak berada di pondok. Santri tidak boleh seperti burung yang baru lepas dari sangkarnya; ketika keluar ia berprilaku bebas sebebas-bebasnya, bahkan lupa kembali ke sangkarnya. Walaupun liburan, seorang santri harus tetap berprilaku baik dan tidak lupa mengaji.

Santri ketika liburan pesantren seharusnya tidak banyak pergi bermain, apalagi keluar rumah hanya untuk hal-hal yang tidak ada menfaatnya sama sekali. Lebih baik di rumah membantu orangtua dan membiasakan diri untuk melaksanakan berbagai rutinitas yang biasa diterapkan selama di pesantren sebelum liburan.

Selama liburan, para santri hendaknya tidak berprilaku seolah “balas dendam”. Ketika di pesantren hanya sebagian kecil waktunya untuk tidur, ternyata ketika di rumah hampir sepanjang hari tertidur di depan televisi. Tidak sedikit dari para orangtua yang menyampaikan kepada para ustadz bahwa anak-anak mereka banyak tidur selama liburan. Sebaiknya para santri menjadikan masa liburan sebagai saat yang tepat untuk menunjukkan birrul walidain (berbakti kepada orangtua), menunjukkan kasih sayang kepada orangtua di rumah karena berkat jasa dan jerih-payah orangtua, mereka dapat kesempatan menimba ilmu di pondok pesantren.

Selain itu, selama liburan, hendaknya orangtua tetap berkewajiban menasehati dan memberikan bimbingan serta uswah (contoh, teladan) untuk anak-anaknya. Hal itu penting agar masa liburan tidak hanya mereka gunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat. Para orangtua juga perlu memberikan perhatian khusus agar anak-anak mereka tetap menjalankan dan menjaga kebiasaan-kebiasaan baik yang lazim dilakukan santri saat di pesantren.  Semua ini penting dilakukan agar liburan yang hanya sebentar tidak justru berefek buruk bagi santri, merusak karakter baik mereka yang sekian lama ditempa saat di pesantren.[]

*)Penulis adalah santri aktif Yayasan Pondok Pesantren Miftahul Ulum.