Artikel

TRANSISI DEFENISI BUTA HURUF DI ERA DIGITAL

0

Oleh: Ustd. Susiyati, S.Pd.I

Dahulu kala, pada era 60-an orang buta huruf (tidak bisa baca-tulis) dianggap biasa. Asal semangat kerja, buta huruf pun tidak masalah. Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan sangat minim sekali. Pengembangan kemampuan baca-tulis tidak pernah mendapat perhatian, padahal perintah untuk membaca sudah termaktub dalam Alquran.

Seiring waktu berjalan, zaman terus berkembang pesat. Lagi-lagi masyarakat tidak menyadari hal ini dan terus tertinggal oleh perkembangan itu sendiri. Masyarakat di era milenial sudah hampir seluruhnya bisa baca-tulis. Akan tetapi, hal itu menjadi kurang berarti lagi karena zaman sudah beralih pada teknologi (IT). Orang yang dikategorikan buta huruf  pada era ini adalah mereka yang tidak mampu memahami dan menggunakan IT.  

Begitulah kehidupan, semakin lama semakin berkembang dan maju. Hari berlalu, bulan berganti, dan tahunpun terlewati, masyarakat terus berinovasi. Mengasah bakat minat guna mengoptimalkan segala potensi. Masyarakat dituntut untuk terus meng-upgrade kemampuan mereka sesuai perkembangan yang ada dari masa ke masa. Oleh karena itu, pendidikan dan inovasi sangat penting demi mendukung keberhasilan dan penyesuaian masyarakat dan masanya.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan membuat mereka lebih hati-hati memilih lembaga pendidikan untuk putra-putrinya. Lembaga pendidikan yang kondusif, efektif, dan bonafit akan menjadi sasaran utama setiap calon peserta didik baru. Lebih-lebih di tingkat Taman Kanak-kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) sederajat. Mengapa demikian? Beberapa penemuan memaparkan masih banyak lulusan TK yang belum mampu baca-tulis dengan lancar, sedangkan di tingkat dasar sudah diharuskan belajar dan mengerjakan buku paket. Bagaimana cara mengerjakan, jika tidak bisa membaca dan menulis? Maka langkah yang efektif adalah memilih lembaga pendidikan yang dirasa paling tepat.

Penilaian masyarakat dalam memilih lembaga pendidikan berbeda-beda. Rata-rata mereka menginginkan sebuah lembaga yang proses pembelajarannya paling komplet. Tidak sebatas mengajarkan keterampilan baca-tulis tetapi juga membidik pengembangan akhlak. Jika demikian, lembaga pendidikan di bawah naungan pondok pesantren akan menjadi pilihan recommended, seperti MI Miftahul Ulum Bengkak.

Di samping mengeyam pendidikan di lembaga formal, masyarakat yang sadar akan perkembangan zaman akan senantiasa mengisi hari-hari anak mereka dengan kegiatan yang positip. Mereka akan menambah pembelajaran jika dirasa perlu, misalnya ikut les privat. Hal ini dilakukan agar potensi anak dapat dikembangkan semaksimal mungkin, utamanya kemampuan baca-tulis dan IT yang sedang gencar saat ini.

Akhirnya, penulis berharap semoga kesadaran masyarakat (orangtua dan guru) menjadi cikal bakal pengembangan keilmuan guna terus eksis dalam peradaban masa. Membawa kebahagiaan dan keberkahan bagi nusa dan bangsa. Aamiin.

*) Penulis adalah guru MI Miftahul Ulum Bengkak Wongsorejo Banyuwangi. Salah satu alumnus tulen YPP Miftahul Ulum.

POTRET AKHLAK DALAM BALUTAN MODERNISASI

Previous article

ANGKATAN COVID-19

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.

More in Artikel