Risalah Cinta Ning Evi Ghozaly

JADI, BIASA SAJALAH

0

Penulis: Ning Evi Ghozaly

: “Pujian yang kau terima sesungguhnya cuma pujian atas eloknya tutupan Allah atasmu.

Siapa yang memuliakanmu sesungguhnya hanya memuliakan indahnya tirai Allah atas dirimu. Dia yang menjadikanmu terlihat baik di mata orang lain karena tirai-Nya itu, walaupun sesungguhnya tidak demikian keadaan dirimu.

Karena itu, sesungguhnya pujian itu adalah untuk (Allah) yang meletakkan tirai itu atas dirimu, bukan untukmu atau untuk orang yang memuliakan dan berterima kasih kepadamu.”

  • Ibnu Atha’illah –

::

Pekan ini saya mendapat suguhan berita yang bisa membuat sejenak mengalihkan dari konsen terhadap corona coronaa coronuu. Selingan cerita yang lumayan krik-krik.

Ya, seorang penulis yang memiliki banyak penggemar di dunia nyata dan dunia maya, terutama di efbi ini. Untuk pertama kalinya saya mencari akunnya, nyekrol statusnya. Semua tulisannya kereeen. Mewakili perasaan banyak orang, hingga nyaris setiap postingannya dibagikan puluhan bahkan ratusan pembaca. Dipuja, dipuji. Tapi kemudian gubrak, kini dihujat dan dimaki karena dianggap membuat kesalahan besar yang merugikan banyak orang.

Hm. Ini bukan yang pertama kan? Dulu kita pernah mengagumi seorang da’i kondang, pernah menyanjung bintang film siapa, pernah mengidolakan tokoh siapa. Sekian lama memujanya, lalu kita kaget melihat kekurangan dan kesalahannya. Lalu, kaget. Lalu, kecewa. Lalu, kita mencacinya.

Kita lupa bahwa mereka manusia biasa, yang pasti bisa melakukan khilaf dan salah. Kita lupa mereka mereka makhluq dhoif, yang punya kelemahan dan kekurangan. Kita lupa bahwa hakikat bagus dan baiknya seseorang yang membuat kita kagum ialah karena Allah menutupi aib-aib hamba.

::

Sampai di sini saya tercekat. Sejak saya naik panggung sekian tahun silam, sering saya menerima sanjungan. Sejak saya mulai memegang microphone sekian tahun silam, sering saya mendapat pendapat pujian. Sering saya menatap wajah kagum beberapa orang, mendengar tepuk gemuruh mereka, menerima ajakan foto bersama hingga membalas pelukan mereka. Bukankah itu karena Gusti Allah menutupi aib-aib saya? Apa jadinya kalau DIA yang kuasa membuka tirai-NYA?

Duh. Sungguh kita bukan apa-apa di hadapan serba Maha-NYA. Maka benar ngendikan para guru kyai kita, “Teruslah menyadari kerdilnya kita di hadapan Allah. Hanya DIA yang menguatkan kita”.

Lalu, apakah kita tak boleh memuji seseorang? Tak boleh mengidolakan orang lain?

Tentu boleh. Ringan memuji orang lain dengan tulus, semoga ringan juga kita menerbitkan rasa syukur. Mengidolai orang lain, semoga menjadi salah satu wujud kekaguman kita pada ciptaan-NYA.

Meski leres rambu yang selalu saya dengar dari para alim, “Jangan pernah memuji makhluk melebihi pujian kita pada Sang Khaliq. Jangan terlalu sering mengagumi siapa pun melampaui kagum kita pada Sang Pencipta”.

Jadi, biasa saja ya.

Mengapa? Agar jika kita kecewa, tak perlu terpuruk lama. Agar jika kita terluka, tak harus putus asa. Agar segala yang kita rasa tak mengabaikan terima kasih kita pada-NYA.

Jadi, biasa sajalah.

“Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang, maka Allah timpakan atas kamu pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain DIA. Maka Allah menghalangimu dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada-Nya.”

  • Imam Syafi’i –

::

Mohon maaf ya, saya hanya ingin dan bisa menulis begini saja. Sungguh, saya belum berhasil mempraktikkannya, meski hanya secuil. Tapi saya ingin terus belajar, pada panjenengan semua. Bersedia kan? Kan? Kan?
.

  • Sejam sebelum ujian kompre online hari pertama, 10.04.2020. Sampai Selasa nanti saya ujian, Gaes. Mohon doa ya –

Kembalikan azimat santri

Previous article

MULANYA TERPAKSA, AKHIRNYA TERBIASA

Next article

You may also like

Comments

Comments are closed.