Penulis: Ning Evi Ghozaly
Kangen anak bungsu. Lelaki yang beranjak dewasa ini, sangat istimewa.
Periang. Baik hati. Ramah. Empatinya tinggi. Suka menolong. Pinter bergaul. Pas SD, gurunya sering memberi kesempatan tampil baca puisi, pidato atau menyanyi. Punya boy band dia. Jago ngedrumb. Memang minat dan bakatnya di situ. Alhamdulillah.
Kemudian dia memasuki masa menjadi korban bullying. Dibandingkan dengan penampilan dan nilai akademik kakaknya. Dicaci untuk setiap kekurangannya. Dihubungkan dengan emaknya jika ada masalah di sekolah. Diremehkan karena uang sakunya sangat sedikit. Dikucilkan. Jika teman lelaki membuat acara keluar, hanya dia yang tak diajak. Sama seperti yang dialami kakaknya. Sama persis.
Dan karena sudah pernah membersamai anak sulung dalam kasus demi kasus bullying, saya tidak lagi melakukan hal yang sama untuk adiknya. Percuma. Saya tidak lagi menyarankan lapor guru atau BK. Saya tidak lagi meminta hak sebagai wali murid agar suara saya didengarkan sekolah. Saya tidak mau lagi bercerita pada pimpinan lembaga. Pokok saya nggak mau mengulang “kesalahan” yang sama.
::
Nyaris dua tahun dia mengalami drop mental. Tiap hari saya minta maaf, karena saya tidak mampu membantunya. Saya minta maaf karena meski untuk anak lain saya selalu membela, tapi ketika menghadapi anak sendiri saya tidak berdaya.
Saya, kakak dan abinya terus berusaha menguatkan dia, semampunya. Bergantian memotivasinya setiap saat. Kami kencengin doa. Babahno yang di bumi memakinya, tapi kami terus memohon agar yang di langit merangkulnya. Biarlah ada teman yang leluasa mencacinya, tapi kami memohon agar segera diganti sahabat dan saudara yang tulus menyayangi dengan setia.
Iya. Teori stop bullying yang saya oyong-oyong selama 16 tahun, saya lawan sendiri. Trik ngadepi pembully yang saya sampaikan ngalor ngidul, saya bantah mentah-mentah. Wis rapayu. Pokok ngadepi hanya dengan doa saja. Doa.
Alhamdulillah. Beberapa bulan tinggal di Malang, rasa percaya dirinya tumbuh, “Kok di sini nggak ada yang ngatain Adik item, kriting, kurus, jelek ya? Kok di sini nggak ada yang ngatain Adik bodoh ya? Kok di sini nggak ada yang ngludahin dan memaki-maki Adik ya? Umi, Adik seneng di sini.” Saya menangis mendengarnya. Saya memeluknya, sangat erat. Alhamdulillah. Matur nuwun, Gusti Allah.
::
Semester dua kuliah sambil diniyah di pondok, dia mulai belajar bisnis. Menjual kaos yang didisain unik. Ada 3 sahabat dalam satu tim. Kompak. Laris. Tahun berikutnya dia bisa membeli sepatu dan smart TV yang diimpikannya. Setelah itu membeli hape yang harganya 10 kali lipat harga hape emaknya. Lalu apa dan apa. Alhamdulillah.
Bulan lalu dia matur, “Mohon maaf Abi, Umi. Adik tidak sepintar Mas…,” ini kalimat yang sangat tidak kami suka. Dia selalu merasa tidak sepinter kakaknya. Mungkin karena sering dibandingkan oleh orang lain. Padahal sungguh, buat kami semua anak istimewa. Apapun adanya, setiap anak adalah anugrah terindah untuk orang tua.
“Setelah wisuda, Adik tidak lanjut kuliah nggak apa ya? Mondoknya nggak sampai Wustho nggak papa kan? Adik capek mikir. Adik punya rencana ambil sanad Quran bil Qolam meski hanya Binnadlor. Setelah itu mau belajar ilmu bisnis, dan ini itu. Doakan semua lancar ya. Doakan Allah ridla.” suaranya renyah. Gembira.
Alhamdulillah. Nggak apa-apa, Nak. Nggak apa-apaaaa. Jalani saja hidup panjenengan dengan riang. Capek mikir di bangku sekolah mah nggak masalah. Wong panjenengan sangat sigap menyelesaikan masalah bisnis dan urusan rumah. Lelah ngampus wajar, wong emakmu ini lebih banyak tidur saat kuliah. Jalani hidup dengan ringan dan riang ya, Nak. Panjenengan lho lebih baik segalanya dari Umi Abi, Nak. Lebih disiplin, peka, rapi dan insyaAllah lebih istiqomah. Ini sudah lebih dari cukup. Panjenengan hadiah luar biasa.
Alhamdulillah. Dia mulai mengerjakan skripsi. Matur nuwun sudah berjuang sampai titik ini ya, Nak. Kita harus bersyukur pernah mencecap yang pahit, hingga bisa merasakan nikmatnya manis. Bersyukur ngalami yang kemarin-kemarin, jadi bisa melangkah lebih hati-hati. Dan yang penting, lebih yakin dengan kasih sayang Allah.
Selamat mengerjakan skripsi, Nak. Bismillah. Mohon doa agar lancar dan berkah ya, Gaes 😍
Comments