Risalah Cinta Ning Evi Ghozaly

KETIKA ANAK MELAWAN KITA

2

Penulis: Ning Evi Ghozaly

“Sakit rasanya, Um. Anak yang saya besarkan dengan penuh perjuangan dan kasih sayang, sekarang hampir tiap hari melawan. Saya harus bagaimana? Saya diamkan makin menjadi, saya marah dia mengancam kabur dari rumah,” seorang Bunda sambat dengan wajah bersedih.

Ya, saya sering mendengar cerita serupa. Dari pengalaman selama ini, memang ada perubahan yang kadang membuat kita kaget. Ketika anak kita masih TK, pasti masih banyak manisnya. Kalem. Saat kelas 3-5 SD mulai berani melawan. Mohon maaf ya, saya terpaksa menggunakan pilihan kata “melawan” ini, meski ada kata lain, seperti “berargumen”, “banyak alasan”, atau lainnya.

Kelas 2 SMP makin amboi. Anak bisa melawan kita, bahkan untuk hal kecil, seperti “Bunda minta aku tidur cepat, tapi Bunda juga tidurnya larut. Bunda melarang aku main game dan sosmed terus, tapi Bunda juga tidak lepas dari hape”.

Makin bertambah usia, gaya melawannya makin bervariasi. Makin membuat jedug-jedug ya.

::

Mohon maaf, saya bukan psycholog. Apa yang saya sampaikan hanya berdasar pengalaman. Pengalaman saya sendiri dan pengalaman selama mendampingi para ibu sahabat saya. Masalahnya beragam, solusinya pun belum tentu bisa ditiru karena saya juga masih terus belajar.

Baru kemarin saya terkaget dengan kata-kata yang diucapkan anak sulung saya.

“Um, tolong tilpon dalem nggih,” pasti ada masalah. Ini sinyal, saya harus menyiapkan telinga dan hati. Saya baca fatihah dan shalawat. Lalu saya hubungi ponselnya.

“Umy, tolong dengarkan nggih. Adik itu kurang ajar. Mas ditinggal di warung sendirian, motor dibawa, padahal Mas masih belanja untuk keperluan buka puasa dengan adik nanti. Mas pake sarung dan harus bawa beras, tempe, juga minyak. Adik tak tahu diri!”

Makdeg.
“Nak, kapan Umy mengucapkan kata kurang ajar untuk anak Umy, Mas?”

Ini pertengkaran besar kedua. Dengan sebab yang menurut saya sepele seperti pertengkaran pertama. Kapan-kapan saya cerita ya. Tapi, yang membuat saya kaget ialah kemarin saya benar-benar tidak diberi waktu untuk bicara. Sepanjang dia bercerita, selalu ditekan dengan, “Listen to me”. Dua kali saya menyela, spontan dia melawan dengan argumen penuh emosi. Bertabur kata kasar meski tidak kotor. Makjleb. Terlebih ketika saya ijin mengangkat tilpon adiknya yang ternyata juga menangis ingin curhat. Setelah tilpon ditutup, si sulung masih melanjutkan dengan WA panjang kali lebar kali tinggi.

Saya membacanya sambil terus merapal shalawat. Sungguh saya deg-degan. Khawatir ada adu fisik, khawatir ada apa. Sesekali saya jawab WA-nya dengan, “Iya Nak, Umy faham”, atau, “Oh nggih, Nak. Terus? Iya, Umy menyimak, Mas”.

Sekian lama kemudian dia menutup dengan, “Sudah, Mas sudah cerita semua. Sudah lega. Doakan terus nggih, Um. Sekarang Mas mau masak”.

Saya bengong. Owalah. Ternyata dia hanya mau didengar!

::

Ya. Begitulah, Bunda. Anak melawan kita, pasti ada sebabnya. Maka yang harus kita lakukan pertama kali adalah menemukan akar masalah.

Kejadian terakhir di madrasah diniyah, cukup memukul hati si sulung. Hingga hari-hari ini dia sangat sensitif. Tugas kampus banyak, masih juga mengurus rumah dan adiknya yang manis itu haha. Hingga sedikit tersinggung, muntab. Ditegur, melawan.

Selanjutnya kita harus melihat seberapa sering anak melawan kita? Seberapa dahsyat caranya melawan kita?

Kata para ahli, anak yang tidak kita harapkan atau saat hamil kita menolaknya, bisa menjadi salah satu sebab. Bahkan seberapa lama kita menyusui atau bagaimana emosi kita saat menyusui, apakah kita punya waktu untuk berbicara tenang dengan anak tanpa tergesa, tidak menepati janji dan sering berkomunikasi dengan gaya memerintah, mengancam, merendahkan, meremehkan, memberi label, dan menasehati tidak pada waktu yang pas, bisa juga melatari anak melawan kita.

Kadang kita juga lupa ya Bunda, otak anak sudah mulai bersambung sejak usia 2,5 tahun. Anak sudah mulai punya opini dan pendapat sendiri.Tentang ilmu otak ini, saya belajar banyak dari materi Ibu Ely Risman, menyimak langsung ataupun online penjelasan dr. Amir Zuhdi pakar Neuoroparenting dan Kang Munif Chatib. Maturnuwun, Guru.

Hal lain ialah gaya bicara kita yang tidak berubah meski usia anak bertambah. Reaksi kita pun masih sering berlebihan melihat perlawanan anak. Hingga hubungan kita selanjutnya makin kurang harmonis. Kita merasa malang menjadi orangtua yang tidak dihormati, sebaliknya anak merasa tertekan karena merasa tidak dihargai.

::

Lalu apa yang harus kita lakukan ketika anak melawan?

Pertama, tentu harus tenang. Ambil nafas panjang dan diam. Terus, baca shalawat dalam hati. Kalau situasi makin sulit, hentikan pembicaraan. Masing-masing perlu waktu untuk jeda, meredakan emosi. Dekati anak, peluk jika mau. Kalau perlu, ajak wudlu dan sholat dulu.

Ya, hindari perdebatan agar anak tak semakin melawan. Lanjutkan pembicaraan setelah tenang. Beri kesempatan anak mengungkapkan perasaannya, sambil kita belajar menahan diri. Ingat, kemarahan orangtua kadang mengundang kalimat ancaman dan akan menjadi doa. Bahaya kan?

Pada saat yang pas, anak perlu diberi tahu bahwa posisinya tak setara dengan orangtua. Berdiskusi sangat baik. Berargumen boleh banget. Maka perlu komitmen. Dan yang terpenting, sebetulnya, keteladanan.

Ada hal lain?
Besok ya. Yuk kita belajar bersama di TV-9, siaran langsung lewat zoom. Sebetulnya, saya menolak semua jadwal manggung online sampai akhir bulan karena harus mempersiapkan ujian disertasi tertutup setelah berkubang soal ujian kompre yang tralala haha. Tapi, sudah berbulan-bulan saya absen, nggak tega bilang tidak ke Mas Farid 😅🤭

Silakan kalau ada pertanyaan tentang tema parenting ini ya, Bunda. Boleh tanya pada kolom komen, atau besok secara langsung. Kalau saya bisa, saya akan menjawab. Kalau tidak bisa, mohon maaf ya.

Eh iya, ada satu doa rahasia agar anak penuh kasih sayang dan sopan, terutama pada orangtua. Doa ini saya dapatkan sebelum saya menikah dulu, dari Syarifah Bunyai Habib Baqir Muladawilah, yaitu membaca surah al-Insyirah 11 kali pada hari Jumat pagi. Dan kata emak saya ditambahkan, “Dibaca menjelang anak-anak tidur juga ya, Nduk”.

Bismillah. Semoga semua anak kita dimampukan Allah menjadi Qurrota A’yun, permata hati di dunia dan wasilah penuntun kita pada jalan ridlo-Nya. Amin.

Wallahu a’lam.

  • Bandar Lampung, 20 April 2020 –

BIOGAS, SOLUSI TEPAT MENGATASI KOSA!

Previous article

SESEKALI TURUNKAN TARGETMU, AGAR KAU BAHAGIA

Next article

You may also like

2 Comments

  1. Assalamualaikum…. umm, bagaimana sikap yg harus dilakukan orang tua saat hal ini terjadi dan umur anak masih 3 th, sebelum bnyak teman dia dulu hanya bersama mamak dan bapaknya dirumah, stlah mulai besar dia sudah bnyak berteman, dan kadang kbiasaan teman yg kurang bagus pasti ikut terbawa pulang kerumah, anak kami pr. Alhamdulillah dia sudah pandai berbahasa dan berbica baik reseptif maupun ekspresif. Kadang kami kuwalahan bagaimana menjelaskan jika hal itu kurang baik, atau gak sopan, atau apalah. Kami selalu mumet cari cara buat menjelaskannya biar si anak mudah memahami, terimakasih umm

    1. Pertanyaan bagus. Ikut menyimak.

Comments are closed.