SESEKALI TURUNKAN TARGETMU, AGAR KAU BAHAGIA
4 mins read

SESEKALI TURUNKAN TARGETMU, AGAR KAU BAHAGIA

Penulis: Ning Evi Ghozaly

Alkisah, seorang raja mendapatkan hadiah gelas indah berlapis emas berhias berlian. Sang raja sangat bahagia. Dipanggillah salah satu penasihatnya, “Bagaimana pendapatmu tentang gelas ini?”

Penasihat menjawab, “Gelas itu sangat indah, tapi sebaiknya Paduka tidak memilikinya. Hamba menduga akan ada hal tidak baik akibat gelas itu”.

“Oh, tidak. Saya justru sangat gembira memilikinya. Kali ini nasihatmu salah”.

Penasihatnya pun memungkas dengan pesan, “Mohon maaf, Paduka. Kalau gelas itu pecah, maka akan menjadi musibah yang menyedihkan. Jika gelas ini diambil pencuri, maka Paduka akan merasa sangat kehilangan dan berduka”.

Nasihat itu diabaikan, sang Raja tetap mengambil gelas. Saking senangnya, setiap hari gelas tersebut digunakan untuk minum. Ya, setiap hari. Bahkan sang Raja tidak berkenan minum jika tidak menggunakan gelas itu.

Suatu saat, gelas jatuh dan pecah. Sang Raja sangat bersedih, tak ada yang bisa menghiburnya. Hingga setelah sekian hari, penasihat dipanggil kembali, “Ternyata engkau benar. Andai dulu saya tidak punya gelas itu, pasti tidak ada kejadian gelas pecah dan saya tidak akan berduka”.

::

Kisah yang bersumber dari kitab Syarah Hikam itu, saya dengarkan dari yang mulia Gus Baha. Dalam pengajian yang diupload di youtube dengan judul Resep Hidup Bahagia, Gus Baha menjelaskan salah satu kunci bahagia ialah ngendikan Ibnu Athaillah as-Sakandary bahwa sesuatu yang disenangi bisa menjadi sesuatu yang disedihkan. Ketika yang disenangi banyak, kesedihan pun akan banyak.

لِيِقِلَّ مَا تَفْرَحُ بِهِ يَقِلَّ مَا تَحْزَنُ عَلَيْهِ

“Tatkala berkurang apa yang membuatmu bahagia, maka berkurang pula apa yang membuatmu sedih”.

  • Al-Hikam, halaman 45 –

Bukan. Bukan berarti kita tak boleh punya harapan dan cita-cita. Tapi, dalam beberap hal, jangan membuat standar terlalu tinggi.

“Gunakan standar paling minimal, agar kita tidak kecewa,” ngendikan Gus Baha. Buatlah target terendah untuk beberapa urusan dunia, agar kita tetap bahagia. Dalam hal apa saja, standar dan target rendah itu hanya kita yang tahu ya.

::

Sungguh kisah di atas menjadi sangat makjleb di telinga saya. Mungkin karena pas dengan perasaan saya ya. Jadi kemarin itu, berkali saya membaca disertasi, semakin saya menemukan banyak kekurangan. Lama-lama saya berpikir, “Kok gini amat ya. Masih jauh dari harapan”. Saya kirimkan powerpoint ke kakak, dan komennya amboi, “Disertasi kok kayak skripsi tho, Dik. Bukannya masih bisa dikembangkan dengan bla bla”.

Seorang sahabat lebih alus komentarnya, “Seperti bukan tulisan Ning Evi. Agak aneh”. Saya baca lagi, dan saya menjadi semakin yakin jika kualitas disertasi saya mbuh banget. Saya sedih. Saya jadi sulit tidur, kepikiran banget.

Sampai akhirnya saya mendengar ngendikan Gus Baha itu. Wah, lega. Pagi, ba’da subuh yang biasanya kami isi dengan kegiatan jalan kaki berdua memutari kompleks sambil melafal istighosah, yasin sampai lii khomsatun, saya skip. Absen.

Menyiapkan presentasi sebentar, masak, mandi, lalu tidur. Tutup laptop. Saya tidak mau lagi terbebani dengan standar tinggi. Biarlah. Dijalani saja, toh sudah berupaya maksimal. Tinggal tawakkal.

Sempat terbangun sebentar, berdiskusi dengan adik, lalu tidur lagi. Sholat dhuhur, makan bakso, lalu tidur lagi.

::

Sore, pkl 15.30. Saatnya ujian tertutup. Ketua sidang membuka dengan pujian, tapi kemudian menyarankan satu hal. Hanya satu, tapi itu berarti saya harus membongkar dua bagian. Rapopo, saya mau tetap tenang.

Selanjutnya penguji satu. Profesor ini sangat paham Ihya Ulumiddin dan hafal sejarah al-Ghazaly. Sebisa mungkin saya menjawab dengan sesekali berbahasa Arab gratulan, tertatih. Penguji ketiga, keempat, kelima… kok tak kunjung selesai?

Saya melirik jam tangan, berharap ketua sidang segera salam. Tidak, ternyata diskusi terus berjalan. Banyak yang harus saya jawab. Banyak yang harus saya kurangi, tapi lebih banyak yang harus saya tambahkan. Jujur, saya mendapat banyak ilmu. Saya senang suasana ujian cair. Sesama penguji yang sangat saya ta’zhimi itu, kadang berdiskusi menimpa jawaban saya, lalu saling melengkapi. Saya tak memikirkan salah dan benar lagi, apalagi mikir nilai. Enggak blas. Saya jalani saja semua dengan riang.

Dua jam, “Ini ujian tertutup paling efektif”, kata ketua sidang sebelum mengusaikan pertemuan. Semua penguji komentarnya sama, asyik. Seru. Iya seru, tapi saya lemes haha.

::

Jadi begitulah. Terkadang memang, kita jangan kaku pada target. Sesekali perlu menurunkan standar, agar kita bahagia.

Terima kasih untuk semua yang telah mendoakan saya ya. Suami, anak-anak, para guru, saudara, Global Madani dan juga para santri dari beberapa pesantren. Bahkan Buya meminta seluruh keluarga besar YPP Miftahul Ulum untuk sholat hajat dan mendoakan saya, tanpa saya minta. Duh jian, saya merepotkan banget wis. Tinggal satu langkah lagi, ujian terbuka. Semoga segera, supaya saya selekasnya merdeka dan… tak bayar SPP lagi haha.

Selamat menjalankan puasa Ramadhan hari pertama ya. Mohon maafkan semua salah saya. Luv you 💖

.

  • Bataranila, 23.04.2020 –
    .
    📷 Foto saya saat ujian kemarin, suami saya yang nyekrek. Mohon maaf jika tulisan ini terkesan lebay, ya. Sekedar nitip catatan, untuk kenang-kenangan 🙏😊

One thought on “SESEKALI TURUNKAN TARGETMU, AGAR KAU BAHAGIA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *