NASIHAT YANG MENGANTARKANKU KE CAIRO
3 mins read

NASIHAT YANG MENGANTARKANKU KE CAIRO

Penulis: Ahmad Hafidh al-Umam*)

Dulu kakek saya, Alm. K.H. Ach. Djazari (pengasuh I YPP Miftahul ulum), pernah bertutur kepada Abah, “Oreng se nyare ilmu roa derejette tenggih ben bekal emoljeagi ben Gusti Allah SWT. Sengak, paongguen nyare ilmu” (Orang yang mencari ilmu itu dianugerahi derajat tinggi dan akan dimuliakan oleh Allah Swt. Ingat, bersungguh-sungguhlah dalam mencari ilmu). Pitutur Kakek ini diteruskan oleh Abah kepada saya dan adik-adik saya. Abah sering mengingatkan anak-anaknya menggunakan nasihat tersebut dalam banyak kesempatan.

Dulu saya sering berfikir, apa keistimewaan nasihat tersebut? Semula saya rasa tidak ada yang istimewa, terasa biasa saja seperti nasihat-nasihat lain. Namun, ada yang mengganjal, ada apa dengan satu nasihat ini. Kenapa Abah sering sekali mengulang menasihatkannya?

Setelah bertahun-tahun penasaran, akhirnya saya menemukan jawaban itu justru dari pengenalanku terhadap sosok Abah dan kakekku. Abah dan Kakek adalah sosok pencari ilmu yang tak pernah menyerah dan sungguh-sungguh. Dan benarlah tutur kakek saya bahwa Allah SWT akan mengangkat derajat seorang hamba dengan perantara ilmu yang dimilikinya.

Kata terakhir ialah senjatanya, “Sengak, paongguen nyare ilmu” (bersungguh-sungguhlah dalam mencari ilmu). Dari nasihat itulah semangat saya semakin tumbuh menguat bahkan keberanian untuk hijrah ke tempat yang jauh demi menuntut ilmu tergugah oleh nasihat tersebut. Tahap demi tahap dan dengan tertatih-tatih saya tetap berusaha tegar dan berpegang pada nasihat itu.

Saya sadar dalam mencari ilmu sudah tentu akan dijumpai berbagai cobaan dan rintangan. Namun, kita harus melalui itu semua demi memetik nikmatnya ilmu. Keharusan berpisah dengan orang-orang terkasih dan tersayang sudah menjadi hal yang biasa dialami pencari ilmu. Menahan rindu pun sepertinya sudah menjadi kewajiban seorang thalib.

Ketika Abah hendak melepas saya mondok dulu, beliau pernah berkata “Tak apa hari ini dirimu menangis, Nak, tapi suatu hari nanti kamu akan tersenyum bahagia. Percayalah!” Saya masih ingat ketika diri ini mencoba tegar menahan air mata untuk terlihat tetap tegar di depan Abah dan Ibu. Naasnya, air mata ini tak terbendung ketika melihat ibuku menangis. Seketika itu juga saya berjanji, suatu saat nanti, saya akan membayar lunas linangan air mata Ibu dengan senyum kebahagiaan.

Dan Alhamdulillah, saya sangat bersyukur kepada Allah SWT telah memberiku kekuatan dan kesempatan mewujudkan salah satu cita-cita saya, yakni menimba ilmu ke Negeri Seribu Menara, Mesir. Satu hal yang dulu menurut saya, yang notabenenya berpendidikan pesantren dan berbasis swasta tidak mungkin terwujud. Akan tetapi, nasihat Abah yang didapat dari Kakek sangatlah istimewa dan air mata Ibu adalah cambuknya. Saya lulus tes melanjutkan pendidikan di Al-Azhar University, Cairo.

Saat ini saya masih terus mencari ilmu di sana dengan sejuta harapan. Membanggakan orangtua, menuntaskan perjuangan, dan tentunya selalu berharap suatu saat nanti saya akan menjadi orang yang berguna dan diangkat derajatnya.

Teruslah mencari ilmu bagaimanapun caranya dan dimanapun tempatnya. Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan usaha hamba-Nya. Semoga kita semua menjadi orang yang senantiasa membanggakan kedua orangtua dan diangkat derajatnya oleh Allah Swt. Amin.*) Penulis adalah alumnus MI Miftahul Ulum; mahasiswa Fakultas Syari’ah wal Qonun Departemen Syari’ah Islamiyah Al-Azhar University, Cairo, Mesir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *