Penulis: Ning Evi Ghozaly
Awal tahun lalu, saya sowan ke ndalem seorang Bunyai. Ditemani Ning Luluk Farida, dengan munduk-munduk kami matur maksud silaturrahim dan mengharap doa. Setelah mendapat beberapa wejangan, kami dinasehati, “Jihadnya perempuan itu di rumah. I’tikaf perempuan ya di kamar. Lha kayak panjenengan berdua ngluyur begini, apa tho yang dicari. Jangan sampe jadi fitnah dan nyeret suami ke neraka.”
Saya kuwaget. Makdeg. Langsung pengin nangis. Pelan saya noleh, liat wajah Ning Luluk, lhakok santai banget. Saya jawil, malah ketawa. Saya mengkeret. Menunduk nduk. Saat Bunyai masuk, saya cubit tangan Ning Luluk. Eh malah ngakak, khas banget.
“Tenang, Ning Evi. Kita jelasin pelan-pelan ngapain aja selama ini kita ngluyur ya.”
“Jangan Ning, jangan,” saya makin gemeter.
“Udah. Kalau takut, diem aja. Saya yang matur. Toh jelas banget lho yang kita lakukan. Atas ijin keluarga dan ridla suami,” Ning Luluk emang menatap ke depan. Tegas. Saya pasrah.
Setelah itu, tiap sowan ke Bunyai lagi, saya selalu disambut ramah, “Ada jadwal ngisi di pesantren dan sekolah mana lagi? Jaga kesehatan ya.”
Jian, Ning Luluk heybat kok 😅👍
::
Awal Agustus 2021, Kang Yai Faqih Abdul Kodir menulis status, “Ibnu Taimiyah pernah didatangi Nabi dalam mimpi karena tidak suka melihat ulama perempuan ceramah naik mimbar.”
Jeder, sensitif nih. Jelas saya bukan ulama meski pernah nyusup ikut KUPI. Tapi saya sering diminta pegang microphone. Duh 😔
“Kalau perempuan kasih materi pelatihan bagaimana, Yai? Saya jadi takut,” komen spontan saya ini menunjukkan betapa naifnya saya. Gabungan antara gambaran reaktif tralala dan bukti literasi saya yang payah.
Alhamdulillah. Tak lama beliau posting status penjelas. Saya contek pleg ya:
Dalam kitab A’yan al-Ashr wa A’wan an-Nashr karya Sholahuddin Ash-Shafady (w. 764 H/1363 M) ada kisah menarik tentang ulama perempuan bernama Fathimah bint Abbas bin Abu al-Fath (w. 714 H/1314 M). Dia kelahiran Baghdad Irak, belajar dari para ulama di Damaskus Syria, lalu menetap di Cairo Mesir sebagai ulama fiqh terpandang yang dikunjungi banyak orang.
Keilmuan Fathimah ini terdengar ke seantero negeri. Banyak orang berguru padanya, laki-laki dan perempuan. Dia satu masa dengan Ibn Taimiyah (w. 728 H/1328 M), seorang ulama terkenal penganut Mazhab Hanbali. Banyak pihak, termasuk Ash-Shafady sendiri, membanding-bandingkan keilmuan dan populeratisnya yang mirip dengan Ibn Taimiyah. Sayangnya, Fathimah tidak menulis kitab-kitab sebagaimana Ibn Taimiyah.
Ulama perempuan ini, jika berbicara jelas, meyakinkan, dan penuh pengetahuan. Ia dipercaya untuk berceramah secara tetap di suatu masjid di Cairo dengan menaiki mimbarnya. Kata ash-Shafadi: “Fathimah adalah seorang syaikhah, ahli fiqh, banyak ilmu, banyak ibadah, sufi, sering dipanggil sebagai Umm Zainab al-Baghdadiyah, juga seorang penceramah”.
Jika ia sudah naik mimbar, jama’ah perempuan akan berduyun-duyun datang. Mereka langsung melingkar tertunduk khusyuk mendengar, memahami dan menghayati, tidak sedikit yang menangis, terbawa nasihat-nasihat yang diberikan. Biasanya, mereka akan mudah berbuat baik setelah mendengar ceramah ulama perempuan ini.
Suatu saat ada dialog, kata ash-Shafadi, dengan seorang ulama bernama Shadruddin bin al-Wakil mengenai haid atau menstruasi. Sang ulama ini mengagumi keluasan ilmu Fathimah. Lalu Fathima berkata padanya: “Kamu hanya tahu dari ilmu saja, aku tahu dari ilmu dan juga mengalami”.
Kata ash-Shafadi, Ibn Taimiyah sendiri sangat mengagumi keluasan ilmu Fathimah bin Abbas ini. Begitupun dengan ketekunannya dalam beribadah dan beramal shalih. Namun, Ibn Taimiyah sempat menyatakan kurang suka terhadap kebiasaan Fathimah yang naik mimbar dan berceramah. “Entahlah, di hatiku ada perasaan (tidak suka) padanya, karena dia naik mimbar ini. Aku sebenarnya ingin melarangnya melakukan hal demikian”, kata Ibn Taimiyah.
Akhirnya, suatu malam Ibn Taimiyah bermimpi didatangi Nabi Muhammad Saw. Di dalam mimpi itu, Ibn Taimiyah lalu bertanya kepada Nabi Saw tentang Fathimah tersebut. “Fathimah adalah orang yang salih”, jawab Nabi Saw tegas.
Kisah ini bisa ditemukan di kitab A’yan al-‘Ashr, jilid 4, hal. 28 (Beirut: Dar al-Fikr al-Muashir, 1998). Ibn Taimiyah seakan ditegur oleh Nabi Saw dalam mimpi, karena perasaan tidak sukanya tersebut. Padahal tugas berdakwah, amar ma’ruf nahi munkar, dan yang lain, sebagaimana ditegaskan al-Qur’an, adalah tugas bersama, laki-laki dan perempuan (QS. At-Taubah, 9: 71).
::
Alhamdulillah. Itu hanya secuil bagian lho dari konsep Islam yang menguatkan perempuan bukan sumber fitnah. Gini aja sudah bikin saya lega.
Dan kemarin, saya dihubungi pihak penerbit Afkaruna untuk ikut cawe-cawe pas launching buku keren Kang Yai Faqih. Saya iya iya aja. Sami’na wa atha’na. Mbarang liat pembicara lain, langsung keder. Beliau semua, para guru mulia yang sangat saya tadzimi 😔🙏
Jadi, Rabu 1 September 2021, pkl 19.00, mohon ijin saya pupuk bawah aja ya, Gaes. Monggo yang sempat, nderek nyimak ngendikan para beliau dalam launching buku Perempuan (Bukan) Sumber Fitnah. Bismillah ❤️
Comments