Penulis: Ning Evi Ghozaly
Beberapa teman ada yang ingin baca cerita saya selama di India. Baiklah. Saya tulis disini aja ya.
Secara umum, India bagus. Banyak destinasi yang menarik dan kentel aroma sejarah. Sebagaimana kunjungan kami ke Turkey dua tahun lalu, di India ini saya ngerasa dapat banget feelnya. Mungkin karena sebelum ke India saya sudah khatam pengajian Jodha Akbar dan Asoka. Semua episode saya ikuti, sampe bela-belain beli sidinya kalau ada yang selip. Sama seperti film Abad Kejayaan itu. Duh, bersyukur saya pernah jadi aktifis sinetron dan film bersambung menyambung panjang itu yah *mlintir ujung jilbab 😉
Otak saya langsung konek aja, begitu tour guide yang bernama Monti bilang : “Ini kerajaan X, raja pertama bernama Y, punya anak Z. Saat perang penaklukan…”. Saya langsung membayangkan alur dan adegan filmya. Lengkap dengan kemewahan dan terorejring hadeblehnya. Jadi saya bisa mengabaikan sekian sudut bangunan yang agak kotor dan bau.
Iya lho. Ternyata bener banget kata teman-teman yang lebih dulu datang, India memang agak mbuh. Beberapa tempat terlihat sangat kotor, semrawut banget dan baunya itu tuh…nging gitu 😜
Semua kendaraan seperti tidak punya rem, gedubrakan cara nyetirnya. Tan tin tan tin suara klakson, sangat berisik. Kabel listrik tumpang tindih dan kruwel-kruwel poll. Bahkan saat kami jalan kaki, dua kali melihat kabel ndlewer di tepi jalan. Nehi bener. Ngeri 😷
Alhamdulillah, selalu ada alasan untuk seneng aja selama disana. Terutama tiap sesi cekrak cekrek, juga pas nyanyi dan joget India bareng pemusik tradisionalnya.
::
Hm. Kami sempat ke salah satu kampus di New Delhi, lalu muterin Lotus Temple, Raj Ghat, dan Jama Masjid. Esoknya ke Taj Mahal yang megah dan indah. Berangkat abis subuh untuk lihat sunrise, tapi terlena dengan acara fota foto jadi lupa matahari terbit. Eh disini kami mengenakan kain sari lho, yang mblebetnya tumpuk tiga. Bikin saya kesrimpet dua kali, karena nggak sadar pas otomatis lari begitu digonggong anjing.
Kemudian kami ke Agra Fort. Bablas ke Jaipur : munyer di Fahtepur Sikri dan Panch Mahal Palace.
Ohya…paling seru pas ke Hawa Mahal deh, istana angin. Kami naik gajah besuwar thunuk-thunuk menuju Amber Fort, salah satu istana Rajashthani yang klasik dan romantis poll. Melewati tembok panjang mirip Tembok Cina yang kami kunjungi sekian tahun lalu. Ndingkluk dikit, terlihat danau luas membentang di bawah. Ndangak dikit, terlihat benteng pusat kerajaan yang kokoh. Pemandangan dari atas Gajah benar-benar wow. Seperti sedang berada di tempat terindah diatas awan.
Terakhir, ke Istana Maharaja dan Jantar Mantar yang juga keren. Semua bangunan berusia ratusan tahun itu terlihat gagah, full marmer dan sebagian dinding penuh hiasan bunga atau kaligrafi yang unik menarik. Aca’-aca’ pokoknya mah.
::
Makanannya? Wuih. Nasinya dari beras kecil kemepyur atau yang panjang sekalian kayak beras arab itu. Nyaris semua lauk dan sayur dibumbui sekian rempah menyengat ples santen. Serba kari. Kentang yang digoreng biasa aja sudah enak, eh disini juga dikari. Jadi nguing rasanya. Tapi karena saya sudah lama tidak makan nasi, ya agak aman. Beberapa kali saya makan yang serba mentah aja: tomat, daun slada, irisan bawang bombai, timun dan kacang panjang. Ehem, pura-pura diet maksimallah. Meski kadang tetep nyuri-nyuri ambil es krim, omelet, mie India dan opak.
Terakhir, ya belanja. Seperti biasa, kalau lihat barang bagus, mata saya otomatis ngantuk. Dua kali tertidur di emolnya sana. Alhamdulillah, jadi slamet dari godaan diskon yang terkutuk ahaha.
Bonus nih. Cerita yang bikin ngenes, masih terkait kelemahan saya membaca mata angin. Bingung arah. Sempat ketinggalan bis di Delhi. Untung teman duduk sebelah saya segera sadar kalau saya nggak ada di bis.
Sama dengan kejadian di bandara Jerman dulu, kemarin saya juga sempat hilang lama saat transit di Bangkok. Bahkan pas di bandara Jakartapun, saya masih selip. Sumpah saya benar-benar sedih. Sekian lama saya menutupi aib saya yang ini, dan selalu ketahuan saat jalan bareng sahabat dan teman.
Begitulah. Sejak 2006, pada kesempatan jalan atau acara rame-rame, saya sering heng. Sebentar saja saya lepas dari gandengan tangan, eh tahu-tahu sudah terpisah dari rombongan. Sungguh ini bikin sedih. Karena saya jadi sering merepotkan. Karena saya jadi selalu butuh teman jalan. Karena saya…menjadi tidak bisa sendirian 😔
Bagaimanapun, saya bersyukur bisa jalan ke India tahun ini. Terima kasih untuk YPGM yang tiap tahun paling enggak dua kali mengajak ke luar negri. Kalau berangkat dewean, enggak akan klakon kayaknya.
Satu hal: apapun adanya, Indonesia tetap lebih indah. Sangat indah. Rasa syukur selalu membuncah kala saya menyadari, negri lain hanya “pantas” untuk ditengok dan sebagai tempat belajar. Di hati dan jiwa: tetap Indonesia yang terbaik, ternyaman, teraman, tercintrong. Makanya, jangan mau negri kita diacak-acak oleh segelintir orang atau dibuat hawer-hawer karena kepentingan politik ya 😅
.
- Agra, akhir Juni 2018 –
Comments