AURA KAROMAH
3 mins read

AURA KAROMAH

Penulis: Ustadz Syukriyanto, S.Pd.I*)

Siapa yang tidak tahu tentang karomah? Karomah secara harfiah dapat diartikan sebagai kemuliaan. Karomah adalah anugerah istimewa yang diberikan Allah SWT kepada seorang wali yang mulia. Setiap jiwa yang berpotensi sebagai wali akan memperoleh anugerah tersebut.

Dalam kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syaikh Thohir bin Sholeh al-Jazairi dipaparkan bahwa karomah adalah sebuah peristiwa luar biasa yang terjadi pada diri wali yang tidak disertai pengakuan sebagai nabi. Begitu pula dalam Alquran juga termaktub tentang kemuliaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihan-Nya.

Kemuliaan (karomah) tersebut tidak serta merta didapat dengan mudah. Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan sarana untuk memperoleh aura kemuliaan dari Allah swt dalam rupa karomah, yakni ikhlas dalam beramal, amanah, mengokohkan aqidah, dan menjauhi syirik.

Terkait sifat ikhlas, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, “tidaklah seorang hamba yang memurnikan amalnya karena Allah selama empat puluh hari kecuali air kebijaksanaan muncul dari hatinya dan atas lidahnya”. Berikut ini matan haditsnya:

مَامِنْ عَبْدٍيُخْلَصُ عَمَلُهٗ لِلّٰهِ اَرْبَعيْنِ يَوْمًا إِلَّاظَهَرَتْ يَنَابِيْعُالْحِكْمَةَمِنْ قَلْبِهٖ وَعَلٰى لِسَا نِهٖ

Hikmah hadits di atas dapat dijadikan pedoman agar selalu ikhlas dalam beramal demi memperoleh petunjuk hidup dan kemudahan mencapai tujuan. Ikhlas dapat menumbuhkan rasa berkecukupan yang tak terhingga.

Pada gilirannya sifat ikhlas mengarah pada anugerah sifat amanah atau kepercayaan. Sifat mulia ini menjadi salah satu sifat yang wajib dimiliki oleh para rasul. Pribadi yang bersifat amanah akan mampu melaksanakan tugas dengan baik dan kompeten karena sinar kejujuran senantiasa menghiasi kehidupannya. Apabila amanah sudah tertanam kuat dalam sanubari maka segala urusan akan menjadi mudah. Sebuah ungkapan bijak menegaskan bahwa kepercayaan menarik keberuntungan اَلْأَمَانَةُ مُجْذِبُ الْفَلَّاحِ) ). Maksudnya, seseorang yang amanah akan mudah mengawali pekerjaan dan menuntaskan kewajiban hingga akhir dengan sukses.

Ikhlas dan amanah tersebut tak terlepas dari kokohnya aqidah. Dalam hal ini, aqidah diartikan sebagai ketetapan Allah yang mengakar kuat dalam hati seorang hamba. Hanya hamba yang terpilih yang mampu memegang aqidah dengan benar.

Aqidah yang benar merefleksikan keteguhan jiwa. Para sahabat Nabi membuktikannya. Taruh misal, sahabat Bilal bin Rabah yang mengalami siksaan fisik oleh sang majikan. Ia dengan kokoh mempertahankan aqidah walau cambukan bertubi menyakiti kulitnya. Tiada secuil pun jerit sakit yang didengar. Tiada keluh kesah walau badannya terpanggang panas padang pasir di tengah terik matahari. Justru yang terdengar ialah untaian kalimat indah dengan suara merdunya, “Ahad, Ahad, Ahad (Esa, Esa, Esa)”. Maksudnya, Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Demikian pentingnya menjaga kekokohan aqidah pada diri seorang hamba agar kehidupan beragama mampu menampilkan mutiara-mutiara hidup yang memukau. Jangan sampai aqidah tercampuri oleh bau kepalsuan. Oleh karena itu, hindarilah syirik.

Tentang syirik, Alquran sudah memberikan penjelasan dalam Qs. Lukman (31): 13 yang berisikan pesan Lukman al-Hakim kepada anaknya.

يَابُنَيَّ لَاتُشْرِكْ بِا للهِ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظيْمٌ

Pesan itu mengandung peringatan agar jangan sesekali mempersekutukan sesuatu dengan Allah.

Syirik sendiri terbagi menjadi dua, yakni syirik khafi dan syirik jali. Di antara keduanya, yang paling berbahaya ialah syirik khafi. Mengapa?  Karena syirik jali tampak jelas dan tak diragukan lagi kemusyrikannya, seperti menyembah patung, arwah, matahari, dan lain-lain, sedangkan syirik jail tampak samar; pelaku syirik khafi secara aktif melaksanakan ibadah, seperti sholat, ikut pengajian, dan lain-lain. Akan tetapi, secara i’tiqod ia meyakini adanya kekuatan selain Allah. Maka dari itu, kita harus mawas diri agar selamat dari syirik yang bisa berakibat fatal.

Jika kita terus berikhtiar meneguhkan ikhlas dan amanah dalam diri sekaligus mengokohkan aqidah dan menjauhi syirik bukan tidak mungkin Allah bakal memilih kita sebagai para wali-Nya dan menganugerahi kita karomah. Semoga Allah melempangkan jalan ikhtiar kita.[]

*)Penulis adalah Guru MI Miftahul Ulum

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *