Kajian Alquran Surah An-Nahl Ayat 78-80, di Level Berapa Pengetahuanmu?
3 mins read

Kajian Alquran Surah An-Nahl Ayat 78-80, di Level Berapa Pengetahuanmu?

Oleh: Nur Hidayati

Pentingnya memahami pesan, tidak berhenti pada susunan kalimat.

Pada ayat ke-78 surah an-Nahl terdapat penyebutan kata “pendengaran, penglihatan, dan hati”. Ya, tiga hal ini merupakan tingkatan level untuk meraih pengetahuan atau ilmu tanpa bisa bertukar posisi.

Pertama, pendengaran; panca indera (pendengaran) manusia tidak pernah off. Hal ini tentu memudahkan untuk mendapat pengetahuan melalui pendengaran. Kendati begitu, saat mendengar suatu hal alangkah baik naikkan levelnya dengan memahami pesan dari apa-apa yang didengar. Sebab, belum tentu semua informasi yang didengar dapat tersampaikan pesannya secara benar.

Untuk itu kemudian dibutuhkan penglihatan; penglihatan menjadi penegas terhadap apa yang didengar (konfirmasi). Apabila sudah melihat, naikkan level fungsinya untuk memperhatikan. Lihatlah dari segala sisi, jangan hanya dari satu arah saja. Pada tahap ini penglihatan dapat mengalahkan pendengaran.

Setelah mendengar dan melihat secara nyata, level tertinggi berikutnya untuk meraih ilmu adalah dengan hati. Tahap ini bukan sekadar tentang benar, tetapi harus terikat dengan kata “baik”. Tidak peduli apa yang didengar oleh telinga, pun dilihat oleh mata, jika hatinya ingkar maka ilmu tidak bisa didapatkan. Agar hati tetap baik maka jagalah hati agar selalu mendekat dengan pemilik hati.

Pada ayat berikutnya (ke-79) Allah perintahkan agar kita dapat memperhatikan segala hal yang Allah sajikan. Harapannya, kita dapat memperkuat keimanan dalam hati lewat perenungan.

Ayat ini dapat dikaitkan dengan surah az-Zumar ayat 42 tentang pentingnya mentadabburi atau merenungkan segala hal yang Allah ciptakan di alam semesta bahkan termasuk hal-hal yang tidak terlihat bentuknya, seperti nikmat sehat, sempat, selamat, dan lain sebagainya.

Lalu, di ayat ke-80 surah an-Nahl, Allah sebutkan kata “masaakin”. Secara harfiah kata tersebut berarti rumah. Namun, ada beda antara kata “masaakin” dan kata “bait” secara fungsi. Kata masaakin lebih merujuk pada fungsi sebagai tempat tinggal, sedangkan kata bait lebih pada bentuk bangunannya.

Sebagaimana kata “masaakin” ditujukan untuk tempat tinggal yang tenang dan damai, kata “sakinah” juga memiliki arti ketenangan. Hanya saja ketenangan dalam kata sakinah berbeda konteks dengan kata tenang menggunakan kata thuma’ninah. Jika sakinah berarti ketenangan yang didapat setelah adanya problematika kehidupan, thuma’ninah justru berarti ketenangan yang didapat setelah memperoleh pemahaman terhadap satu hal.

Intinya, sakinah bukan diikhtiarkan, tetapi lebih pada pemberian dari Allah pada hati orang-orang mukmin.

Kembali pada kalimat di judul bahwa di surga banyak orang bodoh. Ini terjemah secara harfiah dari sebuah hadist;

اكثر أهل الجنة البله

Benar, secara harfiah artinya kurang lebih begini, “sebagian besar dari penduduk surga adalah orang bodoh”.

Setelah ditelisik ternyata hadist ini disampaikan pada momen sejarah peperangan badar, di mana para sahabat meletakkan akal dan kecerdasannya, tetap gigih maju berperang bersama Rasullullah melawan jumlah pasukan musuh yang jauh lebih banyak. Tanpa gentar, pasukan muslim maju ke medan perang bersandar pada hati yang beriman. Kemampuan meletakkan hati (keimanan) di atas akal inilah yang kemudian dikatakan “al-bulhu”, seperti orang bodoh tetapi tidak bodoh.

Semoga ringkasan pengajian ini dapat bermanfaat dan barokah, diamalkan dalam keseharian sehingga menjadi pribadi yang thuma’ninah sekaligus sakinah. Sebab, ilmu tanpa praktik sungguh nggak ngefek.

Hasil rangkuman materi pengajian majelis taklim as-Sakinah di Masjid Diponegoro Surabaya pada 04 Februari 2025. Adapun pemateri ialah Ust. Heru Kusumahadi, Lc, M.Pd.I.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *